Komunitas Lisong Pentaskan Geguritan Karya Sastrawan Lereng Merapi - ini kebumen | Media Rujukan Kebumen

Komunitas Lisong Pentaskan Geguritan Karya Sastrawan Lereng Merapi

www.inikebumen.net GOMBONG - Komunitas Lingkar Sastra Gombong (Lisong) bersama Roemah Martha Tilaar kembali membuat gelaran sastra sebagai kegiatan rutin setiap bulan.
Komunitas Lisong Pentaskan Geguritan Karya Sastrawan Lereng Merapi
Koordinator Lisong, Sabur Herdian Raamin (kiri), tampil berkolaborasi dengan penari dari Yogyakarta, Bunga Awanglong.
Kali ini giliran geguritan (puisi berbahasa Jawa) karya Eko Wahyudi yang diunggah ke pentas. Geguritan yang terangkum dalam buku kumpulan puisi bertajuk Prasasti ini ditampilkan dan diulas di Roemah Martha Tilaar, Sabtu malam, 27 Oktober 2018.

Setidaknya ada dua belas geguritan karya Eko yang ditampilkan oleh para aktivis Lisong dan anggota Komunitas Sastra SMAN Gombong. Tak kurang empat puluh peserta mengikuti acara tersebut. Tampak hadir pula para peminat sastra dari berbagai berbagai wilayah Kebumen seperti Ambal, Kebumen dan Kutowinangun.

Selain penampilan geguritan, juga dilakukan dialog sastra dengan mendatangkan Turiyo Ragilputra sebagai narasumber. Turiyo adalah seorang kepala sekolah dasar di wilayah Ambal dan sekaligus peraih penghargaan sastra daerah Rancage 2015.

Dalam ulasannya Turiyo menyebut Eko Wahyudi sebagai penyair yang cermat mengamati dinamika kehidupan masyarakat. Namun tak lepas dari kedekatannya pada alam dan religiusitasnya sebagai seorang muslim.

Dalam kesempatan yang sama, Teguh Hindarto mengulas keunikan geguritan Eko Wahyudi. Sebagai seorang penyair yang lahir dan besar di lereng Merapi, dia tetap menggunakan diksi dan gaya bahasa ‘wetanan’.

Namun ketajaman pengamatan sebagai seorang sastrawan membuatnya tetap dekat dengan berbagai hal dan kejadian yang terjadi di Kebumen sebagai tempat tinggalnya sekarang. Hal itu tampak dalam beberapa geguritannya seperti “Lukulo”, “Urut Sewu” dan “Lanthing”.

Salah satu pembawa geguritan yang juga siswi SMAN Gombong, Ulfah mengungkapkan kesulitannya dalam membawakan geguritan. “Terus terang bahasa Jawa apalagi yang berdialek Yogyakarta sangat sulit saya pahami. Untuk itu saya perlu bertanya kepada pembimbing saya serta berlatih mengucapkan dengan benar,” ujar Ulfah.

Menanggapi antusias anak muda membawakan geguritannya, Eko Wahyudi memberikan apresiasi yang tinggi. Dirinya sadar sastra belum mendapatkan tempat yang memadai di banyak lembaga pendidikan, apalagi sastra daerah..
Komunitas Lisong Pentaskan Geguritan Karya Sastrawan Lereng Merapi
Geguritan karya Eko Wahyudi dipentaskan di Roemah Martha Tilaar, Sabtu malam, 27 Oktober 2018.
"Keberanian anak-anak muda ini untuk membawakan geguritan saya sungguh menakjubkan dan menyemangati saya untuk terus berkarya di dunia sastra Jawa,” terang Eko.

Lebih jauh Koordinator Lisong, Sabur Herdian Raamin, mengungkapkan bahwa Lisong  berusaha untuk konsisten mewujudkan ruang ekspresi dan apresiasi sastra.

“Bulan lalu kami telah menghadirkan para penyair dari beberapa kota untuk berkolaborasi dengan para penyair Kebumen. Ke depan setidaknya sudah ada tiga event sastra yang kami siapkan," kata Sabur.

Pria yang kemarin tampil berkolaborasi dengan penari dari Yogyakarta, Bunga Awanglong, mengatakan kegiatan itu melibatkan para penyair Kebumen maupun penyair asli Kebumen yang saat ini sudah merantau ke luar daerah.

Sementara Marcomm Roemah Martha Tilaar, Alona Ong mengungkapkan apresiasinya terhadap Lisong dan para pegiat sastra Kebumen yang konsisten bersastra.

“Salah satu misi Roemah Martha Tilaar adalah mendorong tumbuh kembangnya seni budaya di Kebumen. Kami berharap kegiatan semacam ini dapat berkesinambungan dan semakin meluas sehingga akan memberi dampak positif kepada kehidupan bangsa ini,” tegas Alona.(*)

Powered by Blogger.
}); })(jQuery); //]]>