Agama (Islam) tidak Mengajarkan Wuwuran - ini kebumen | Media Rujukan Kebumen

Agama (Islam) tidak Mengajarkan Wuwuran

Jadi bagaimana mau disebut rezeki (yang tidak baik untuk ditolak), sementara wuwuran diberikan jelas tujuannya agar yang memberi dipilih oleh yang diberi.
Agama (Islam) tidak Mengajarkan Wuwuran
Kang Juki
www.inikebumen.net DEKLARASI pemilihan kepala desa (pilkades) bersih tanpa wuwuran untuk kedua kalinya dilakukan, 25 Mei 2019 yang lalu. Deklarasi serupa pernah dilakukan 2 Agustus 2017.

Saat itu 182 bakal calon kepala desa dari 49 desa di 22 kecamatan mendeklarasikan Pilkades Damai dan Pilkades Bersih Tanpa Wuwuran. Tahun ini lebih banyak lagi yang mengikuti, yakni 1.032 bakal calon kepala desa dari 323 desa di 26 kecamatan.

Namun upaya mewujudkan pilkades tanpa wuwuran bukan hal mudah, banyak yang masih membela wuwuran dengan berbagai dalih. Yang terasa menyakitkan penggunaan istilah dalam agama (Islam) seperti sedekah dan rezeki untuk melegitimasi wuwuran. Bagi yang muwur beralasan memberi sedekah, bagi yang menerima berdalih rezeki, tak baik kalau ditolak.

Padahal dalam Al Quran, surat At Taubah ayat 60 sudah cukup jelas ketentuan tentang sedekah dan zakat (sedekah yang diwajibkan) yaitu,

"Sesungguhnya sedekah itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."

Selanjutnya juga ada riwayat dari Abu Sa'id Al Khudri ra, bahwa Rasulullah saw bersabda,

"Sedekah tidak halal untuk dimiliki oleh orang yang berkecukupan kecuali untuk lima orang; amilnya, orang yang berjihad di jalan Allah, orang kaya tapi ia dapat dengan jalur lain (membeli/hadiah), orang miskin yang mendapatkan sedekah kemudian diberikan kepada orang kaya, dan orang yang terlilit hutang." (HR Ibnu Majah no. 1831 dishahihkan oleh Muhammad Nashiruddin Al Bani).

Jadi kalau hendak bersedekah mestinya memperhatikan orang yang hendak diberi memenuhi syarat penerima sedekah tidak, bukan karena yang diberi mempunyai hak pilih agar nanti memilihnya.

Tidak setiap pemberian orang lain bisa disebut rezeki, bila ada kompensasi yang diharapkan dari pemberian tersebut.

Para perawi hadits yang termasyhur seperti Bukhori, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi dan Nasai, meriwayatkan hadits yang shahih dari Abu Hurairah ra tentang berbaiat kepada pemimpin karena kepentingan dunia.

Bila dia mendapatkan keuntungan duniawi dia ridho kepada pemimpinnya, tapi bila tidak dia marah. Orang seperti ini termasuk salah satu dari tiga golongan orang yang akan mendapatkan siksaan pedih kelak di akhirat (HR Bukhori no. 2186, Muslim no. 157, Abu Daud no. 3014, Tirmidzi no. 1521 dan Nasai no. 4386).

Jadi bagaimana mau disebut rezeki (yang tidak baik untuk ditolak), sementara wuwuran diberikan jelas tujuannya agar yang memberi dipilih oleh yang diberi.

Jika yang diberi menerima tanpa memilih, dia telah berbuat curang(tidak ada ajaran Islam yang membenarkan perilaku curang). Kalau yang diberi terus memilih, dia termasuk kategori tiga golongan yang disebut dalam hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah tersebut.

Upaya melegalkan wuwuran dalam perspektif agama (Islam) hanya membajak penggunaan istilah tanpa penerapan yang tepat. Dalam pendekatan agama (Islam), hanya ada dua konsekuensi akibat tindakan, berdosa atau berpahala. Kalau wuwuran tidak dianggap berdosa apa bisa memberikan pahala bagi pelakunya?(*)

Kang Juki 
Penulis adalah warga Desa Kutosari, calon pemilih.

Powered by Blogger.
}); })(jQuery); //]]>