Hikmah Idul Adha Untuk Semua
Achmad Marzoeki (Kang Juki) |
Hajar Al-Mishriyah panik mencari-cari sumber air di sekitarnya. Berlarilah Hajar Al-Mishriyah dari bukit Shafa ke bukit Marwah, karena dari kejauhan terlihat seperti ada sumber air. Ternyata begitu didekati tidak ada apa-apa. Sebaliknya dari bukit Marwah tampak seperti ada sumber air di bukit Shafa. Ternyata tidak ada juga.
Sampai tujuh kali Hajar Al-Mishriyah berlari bolak-balik dari bukit Shafa ke bukit Marwah, tak didapatnya sumber air yang tampak dari kejauhan tapi ternyata hanya fatamorgana. Pada saat nyaris putus asa itulah, mendadak muncul sumber air yang tak henti-hentinya di dekat Ismail. Air yang sampai kini dikenal dengan nama zam-zam.
Peristiwa ini kemudian diabadikan menjadi salah satu rukun haji atau umroh, yakni sa’I, dengan berlari-lari kecil dari bukit Shafa ke bukit Marwah. Bagi yang belum melaksanakan ibadah haji atau umroh, bisa juga mengambil ibroh (i’tibar) dari peristiwa tersebut.
Menurut Imam Al-Ghozali dalam karya termasyhurnya “Ihya’ ‘Ulumuddin” yang dimaksud i’tibar adalah seseorang yang menyeberang dari apa yang disebutkan kepada apa yang tidak disebutkan, karenanya ia tidak membatasi diri pada apa yang disebutkan saja. Dengan ungkapan lebih sederhana mengumpamakan apa yang terjadi pada orang lain seakan dialami dirinya sendiri untuk menggugah kesadaran dirinya.
Ikhtiar yang dilakukan oleh Hajar Al-Mishriyah didasari naluri seseorang untuk bisa mempertahankan hidupnya. Kebutuhan air pada saat itu adalah masalah kelangsungan hidup diri dan putranya, sehingga ke mana saja akan dicoba untuk mendapatkannya. Ternyata bukan di bukit Shafa atau bukit Marwah sumber air yang dicarinya, melainkan di dekat putranya.
Apakah Hajar Al-Mishriyah lantas menganggap ikhtiar sebelumnya, dengan berlari-lari dari bukit Shafa ke bukit Marwah sebagai sebuah kesia-siaan? Karena ternyata yang dibutuhkan ada di dekat putranya, tanpa harus mencari lagi. Tidak. Itulah rahasia Allah SWT tentang rezeki. Tak ada yang tahu melalui jalan mana akhirnya kita bisa mendapatkan rezeki.
Kewajiban setiap manusia untuk berikhtiar mencari rezeki. Namun tidak semua rezeki yang bisa didapatkan selalu berbanding lurus dengan besarnya ikhtiar yang dilakukan. Adakalanya rezeki yang sudah dicari dengan susah payah, tak kunjung didapat, malah sebaliknya rezeki besar justru didapatkan dari sesuatu yang di luar perkiraan. Dari sini bisa dipahami lebih lanjut, rezeki yang didapatkan manusia ternyata ada beberapa jenis, sebagaimana dijelaskan dalam Al Qur’an.
Pertama, rezeki makhluk hidup. Setiap makhluk hidup sesungguhnya sudah dijamin rezekinya oleh Allah SWT (Q.S. Hud:6). Sehingga jika hanya sekadar untuk bisa bertahan hidup, tanpa melakukan aktivitas berarti setiap makhluk bisa mendapatkan rezeki. Apalagi manusia, hewan yang bergeraknya sangat lambat seperti bekicot juga dijamin rezekinya. Maka sungguh kurang pada tempatnya kalau ada manusia yang takut tidak mendapatkan rezeki.
Kedua, rezeki sebagai hasil usaha. Allah SWT selain menempatkan manusia di bumi, juga menyediakan sumber kehidupan yang bisa dimanfaatkan di muka bumi (Q.S. Al A’raf:10). Karena itu berapa banyak rezeki yang didapatkan manusia dipengaruhi sejauh mana usaha dengan mengerahkan segenap kemampuannya untuk mendapatkan rezeki. Allah SWT menegaskan bahwa manusia tidak akan mendapatkan apa-apa, kecuali yang sudah dikerjakannya (Q.S. An-Najm:39).
Ketiga, rezeki karena bersyukur. Jika manusia mau bersyukur maka Allah SWT akan menambahkan nikmat-Nya (Q.S. Ibrahim:7). Jangan sampai lupa, setelah berusaha lalu mendapatkan rezeki, maka bersyukurlah agar rezekinya bisa bertambah.
Keempat, rezeki orang bertakwa. Bagi orang yang bertakwa, masih ada lagi rezeki yang bisa didapatkan Allah SWT, yakni rezeki yang tak disangka-sangka (Q.S. Ath-Thalaq:2-3). Di saat manusia merasakan kekurangan untuk memenuhi kebutuhannya, padahal sudah berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkannya, maka langkah terakhir tinggal mengharapkan rezeki sebagai balasan ketakwaannya. Sebagaimana zam-zam yang didapatkan Hajar Al-Mishriyah dan putranya, Ismail.
Momentum perayaan Idul Adha bisa diambil hikmahnya oleh semua orang dengan menggali inspirasi kehidupan keluarga Nabi Ibrahim as. Harapannya bisa meningkatkan kualitas hidup dengan meningkatkan kualitas kerja dan ketakwaannya kepada Allah SWT.
Berusaha semaksimal mungkin tanpa kenal putus asa, mensyukuri apa yang sudah diperoleh dengan berbagi kepada sesama, serta melaksanakan semua perintah dan menjauhi semua larangan Allah SWT tanpa kecuali. Semoga.(*)
Achmad Marzoeki (Kang Juki)
Penulis novel “Pil Anti Bohong” dan “Silang Selimpat”.