Menahan Marah dan Memaafkan
Kang Juki |
Kedua ciri ini umumnya cenderung melekat satu sama lainya, namun bisa juga ditemui secara terpisah dalam diri seseorang. Artinya, ada orang yang mampu menahan marah sekaligus mudah memaafkan kesalahan orang lain, ada orang yang tidak mampu menahan marah tapi mau memaafkan orang lain, ada juga orang yang mampu menahan marah tapi tidak mau memaafkan kesalahan orang lain, serta ada orang yang sudah tidak mampu menahan marah masih juga tidak mau memaafkan orang lain.
Marah merupakan kondisi seseorang yang tengah terganggu keseimbangan pikiran dan perasaannya, dalam hal ini perasaannya yang lebih dominan. Sehingga tindakan orang yang sedang marah umumnya akan sulit diterima orang yang masih menggunakan pikiran.
Kalau dicermati lagi, umumnya orang akan marah pada saat keberadaannya berada dalam posisi rawan dan pikirannya buntu untuk mencari jalan keluar. Meluaplah amarahnya, menyalahkan orang lain atas situasi buruk yang menimpanya. Padahal dengan begitu, tidak otomatis mendapatkan jalan keluar dari masalah yang dihadapinya. Lebih taktis untuk menjalin komunikasi yang baik dengan orang yang mampu dan mau menolongnya.
Agar kita tidak mudah terpicu amarahnya, maka kreativitas perlu ditumbuhkan, sehingga dalam situasi serawan apapun, pikiran tetap jernih untuk mencari solusinya. Membangun relasi yang baik juga diperlukan, agar senantiasa ada yang bisa diharapkan membantu saat menghadapi situasi kritis.
Kemauan memaafkan kesalahan orang lain menjadi kunci terbangunnya relasi yang baik, tidak ada orang yang sempurna di dunia ini. Karena itu, kemampuan menahan marah dan memaafkan kesalahan orang lain akan saling mendukung keberadaan seserorang di tengah pergaulan.
Dalam sebuah riwayat dari Abu Hurairah ra, Rasulullah Saw bersabda, "Tidaklah orang yang kuat adalah orang yang pandai bergulat, tapi orang yang kuat adalah orang yang dapat menahan nafsunya ketika ia marah." (HR Bukhari no. 5649 dishahihkan oleh ijma' ulama)
Begitu pentingnya kemampuan untuk menahan marah, sehingga dalam salah satu wasiatnya kepada seorang sahabat yang memintanya, pesan Rasulullah SAW adalah, “Jangan marah!” (HR Bukhari no. 5651 dishahihkan oleh ijma' ulama).
Terlebih di bulan Ramadhan, kemampuan menahan marah sangat diperlukan untuk menjaga keutamaan ibadah puasa yang sedang dilakukan. Sehingga apabila ada orang yang bertindak memancing kemarahan, misalnya dengan menghardik, menghina atau mengajak berkrlahi, Rasulullah SAW menyarankan untuk menjawabnya dengan kalimat, “Sesungguhnya saya sedang berpuasa.” (HR Bukhari no. 1761 dishahihkan oleh ijma' ulama).
Langkah praktis untuk meredakan amarah sudah diajarkan Rasulullah SAW. Karena marah pada dasarnya juga merupakan salah satu bentuk godaan syaithan, maka untuk mengantisipasinya antara lain dengan mengucap, “Aku berlindung kepada Allah dari syaithan.” (HR Muslim no. 4726 dishahihksn oleh ijma' ulama).
Apabila orang marah dalam posisi berdiri, maka hendaknya duduk untuk menghilangkan marahnya. Jika masih juga belum hilang marahnya, hendaknya berbaring (HR Ahmad no. 20386).(*)
Kang Juki
Penulis adalah jamaah Masjid Agung Kauman, Kebumen.