Jangan Suudzon Terhadap Orang yang Nahi Mungkar
Kang Juki |
"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung."_
"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik."
Demikian juga adanya tingkatan dalam melakukan nahi mungkar, hadis Nabi Muhammad saw yang menyebutkannya sudah begitu populer.
"Barang siapa yang melihat kemungkaran maka hendaknya ia mengubahnya dengan tangannya dan apabila ia tidak mampu maka dengan lidahnya dan apabila tidak mampu maka dengan hatinya dan yang demikian itu adalah selemah-lemah iman." (HR Nasa'i no. 4922 dishahihkan Muhammad Nashiruddin Al Albani dan ada 13 hadis terkait dari perawi lain).
Yang terjadi sekarang, ada orang yang kelihatan diam saat terjadi kemungkaran, bukan karena mengubah dengan hati tapi justru menganggap yang melakukan nahi mungkar hanya suudzon atau berprasangka buruk pada orang lain.
Perbuatan mungkar yang dilakukan seseorang tak selalu terlihat secara keseluruhan. Tapi harus diingat, bahwa perintah dalam Al Quran adalah nahi mungkar, mencegah sebelum terjadi. Sehingga saat masih berupa gejala-gejala sudah harus bertindak.
Misalnya baru melihat orang membeli minuman keras sudah harus ditegur. Karena dengan membeli minuman keras ada potensi perbuatan mungkar yang akan dilakukan, apakah itu dengan meminumnya sendiri, memperjual-belikannya atau hanya memberikan kepada orang lain, muaranya perbuatan mungkar yang sama ada orang yang minum minuman keras.
Tapi tak usah kaget ketika yang melakukan nahi mungkar seperti itu malah ada yang menegur, dengan idiom Islam pula, "Jangan suuzan, cuma membeli minuman keras saja disalahkan." Atau malah dilecehkan, "Daripada melarang orang beli minuman keras, mengapa tidak menutup pabriknya sekalian?"
Mereka yang menegur seperti itu lupa, bahwa setan dalam menggoda manusia melalui tahapan-tahapan yang sangat sistematis, hingga manusia bisa tidak merasakannya sama sekali.
Awalnya teguran terhadap orang yang membeli minuman keras disalahkan dengan dalih suuzan. Berikutnya teguran terhadap orang yang mabuk-mabukan bisa pula disalahkan. "Begitu saja dipermasalahkan, seperti tidak pernah muda saja. Yang penting mereka tidak mengganggu orang lain."
Bahkan ketika sampai terjadi peristiwa yang merugikan orang lain pun, akan ada upaya pembelaan lagi terhadap pelaku kemungkaran, "Tidak usah diributkan, kerugiannya kan sudah diganti."
Persoalan minuman keras itu hanya contoh, masih banyak perbuatan mungkar lainnya yang saat hendak dicegah malah ada yang menegurnya dengan ungkapan jangan suuzan. Lalu ketika sudah terjadi, masih pula orang lain dituntut untuk memakluminya. Akhirnya kemungkaran bisa terjadi di mana-mana.
Seharusnya jika merasa tidak mampu melakukan kewajiban nahi mungkar, setidaknya kita mendukung mereka yang melakukan. Bukan malah menghalangi, apalagi sambil menyalahkan orang yang melakukan nahi mungkar dan menganggapnya suuzan. Seakan tak menyadari, bahwa menganggap orang suuzan itu juga sebuah suuzan.
Wallahu a'lam bish-shawab.(*)
Kang Juki
Penulis adalah jamaah Madjid Agung Kauman, Kebumen