Silaturahmi, Tak Sekadar Bertegur Sapa (Bagian III) - ini kebumen | Media Rujukan Kebumen

Silaturahmi, Tak Sekadar Bertegur Sapa (Bagian III)

Berbagai alasan dikemukakan melatarbelakangi teguran tersebut. Ujungnya terjadi keributan dalam masyarakat tersebut dengan terbelahnya menjadi tiga golongan.
Silaturahmi, Tak Sekadar Bertegur Sapa (Bagian III)
Kang Juki
INI Kebumen - KETIKA dalam suatu masyarakat ada orang berbuat mungkar, lalu ada yang menasehati atau mengingatkan, akan ada pula orang yang kemudian malah menegur mereka yang menasehati dan mengingatkan tersebut.

Berbagai alasan dikemukakan melatarbelakangi teguran tersebut. Ujungnya terjadi keributan dalam masyarakat tersebut dengan terbelahnya menjadi tiga golongan.

Pertama, orang yang berbuat mungkar. Kedua, orang yang tidak berbuat mungkar tapi mendiamkan saja orang yang berbuat mungkar, malahan menegur orang yang mengingatkan perbuatan mungkar tersebut. Dan ketiga, orang yang tidak mau berbuat mungkar dan menasehati mereka yang berbuat mungkar.

Mungkin itu pula yang menyebabkan perkumpulan keluarga besar cenderung enggan melakukan nahi mungkar, sebab bisa memicu keributan. Maka dikedepankanlah faktor kerukunan yang harus lebih diutamakan.

Situasi semacam ini sudah disinggung Syekh Imam Al-Hafiz, Imaduddin Abul Fida Ismail ibnul Khatib Abu Hafs Umar ibnu Katsir dalam karyanya Tafsir Ibnu Katsir saat membahas surat Al-A'raf ayat 163-166.

Tafsir ayat tersebut masih terkait dengan surat Al-Baqarah ayat 65-66, yakni tentang perbuatan Bani Israil yang mendiami suatu negeri, melanggar larangan Allah untuk tidak menangkap ikan pada hari Sabtu.

Firman Allah SWT, "Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang kota yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan mereka berlaku fasik." (QS Al-A'raf 163).

Menghadapi fenomena tersebut mereka kemudian terpecah menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama melanggar larangan dengan tipu muslihat, memasang perangkap ikan sebelum Sabtu dan mengambil ikannya setelah Sabtu.

Kelompok kedua tetap diam, tidak melakukan dan tidak melarang. Kelompok ketiga melarang dan memisahkan diri dari kelompok yang melanggar.

Tapi kelompok kedua kemudian menegur kelompok ketiga, "Mengapa kalian menasihati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?" (QS Al-A'raf:164)

Dalam lanjutan ayat 164, kelompok ketiga menjawab, "Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhan kalian dan supaya mereka bertakwa."

Maksudnya pelepas tanggung jawab atas kewajiban amar makruf nahi mungkar dan supaya kelompok pertama mau bertaubat kepada Allah SWT.

Kelompok pertama, yakni mereka yang melanggar larangan tersebut kemudian mendapat azab Allah SWT sebagaimana dijelaskan pada ayat 165,  

"Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik."

Ada perbedaan pendapat tentang nasib kelompok kedua. Apakah mereka termasuk kelompok yang selamat atau yang ikut terkena azab. Ibnu Katsir menilai bahwa pendapat yang menyatakan kelompok yang diam saja, atau kelompok kedua termasuk yang selamat, merupakan pendapat yang utama.

Sedangkan Sayyid Abdullah bin Alawi al-Haddad seorang ulama fikih dan aqidah asy'ariyah, termasuk yang berpendapat bahwa kelompok kedua ikut terkena azab. Hal ini dijelaskannya dalam kitab karyanya al-Nashaih al-Diniyah wa al-Washaya al-Imaniyah,

"Maka ketika turun hukuman dari Allah, hukuman itu menimpa golongan pertama dan kedua. Karena mereka tetap tinggal bersama pelaku maksiat, meskipun tidak ikut berbuat seperti perbuatan mereka. Golongan ketiga selamat." (halaman 42)

Pada bagian lain di halaman yang sama, Abdullah bin Alawi dalam kitab tersebut secara tegas juga berpesan untuk "Meninggalkan dan menjauhi pelaku maksiat, ketika tidak bisa berharap mereka akan menerima kebenaran."

Mengacu penjelasan Ibnu Katsir dan Abdullah bin Alawi, dalam keluarga besar harus ada kelompok yang mau mengingatkan jika ada yang berbuat mungkar atau maksiat. Kalau yang diingatkan tidak mengindahkan, maka menurut Abdullah bin Alawi sebaiknya dijauhi dan ditinggalkan. (Bersambung)

Kang Juki
Penulis adalah jamaah Masjid Agung Kauman, Kebumen.
Powered by Blogger.
}); })(jQuery); //]]>