Mas Koko, Pendidikan Politik dari Masyarakat untuk Partai Politik
Unggahan Ketua DPC PDIP Kabupaten Kebumen |
Tidak perlu membahas nilai nominalnya, karena besarannya sudah ada peraturan yang menetapkannya.
Lagi pula beda posisi akan beda penilaiannya dan agaknya sulit mencapai titik temu. Lebih sederhana menyoroti penggunaannya.
Bantuan keuangan untuk partai politik dari Pemkab Kebumen diberikan dalam rangka memenuhi amanat peraturan perundangan.
Tepatnya PP Nomor 1 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua PP Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik.
Pada pasal 9 disebutkan,
(1) Bantuan keuangan kepada Partai Politik diprioritaskan untuk melaksanakan pendidikan politik bagi anggota Partai Politik dan masyarakat.
(2) Selain digunakan untuk melaksanakan pendidikan politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bantuan keuangan kepada Partai Politik juga digunakan untuk operasional sekretariat Partai Politik."
Pemanfaatan bantuan keuangan untuk pendidikan politik bagi anggota partai politik dan operasional sekretariat politik, barangkali hanya internal partai yang tahu.
Tapi pendidikan politik untuk masyarakat, publik bisa menilai apa yang telah dilakukan partai politik.
Tidak ada sama sekali? Tunggu dulu, jangan terburu-buru mengambil kesimpulan. Jangan sampai punya persepsi pendidikan hanya berupa kegiatan model klasikal atau sekarang yang lagi trend model kelas virtual atau lebih kerennya zoom meeting, pendidikan jarak jauh.
Sehingga jika tidak ada aktivitas semacam itu dari sebuah partai politik, lantas dianggap tidak memberikan pendidikan politik.
Pada Pemilihan Bupati Kebumen tahun 2020 sesungguhnya partai-partai politik juga tengah memberikan pendidikan politik kepada masyarakat melalui sebuah tindakan kongkret.
Sembilan partai pemilik kursi DPRD, bisa kompak memberikan rekomendasi yang sama kepada satu bakal pasangan calon (bapaslon), yaitu Arif Sugiyanto-Ristawati Purwaningsih (Arif-Rista).
Pemimpin sembilan partai di Kebumen ini mungkin layak diberi gelar "Wali Songo" dalam pendidikan politik karena telah mengedepankan permufakatan dan kebersamaan dalam menghadapi pemilihan bupati. Sebelumnya, tiga kali pemilihan bupati secara langsung di Kebumen, tidak pernah terjadi koalisi besar untuk mengusung bapaslon.
Masing-masing partai ingin melakukan kombinasi dalam mengusung bapaslon, kalangan profesional dengan kader partai.
Distribusi kekuatan politik yang relatif merata ke seluruh partai membuat pemilihan bupati secara langsung selalu diikuti tiga atau lebih paslon peserta.
Tentu banyak cerita di bawah permukaan tentang kronologis terbitnya rekomendasi dari sembilan partai hanya kepada satu bapaslon.
Terlebih ketika dalam akun facebook pribadi, seorang petinggi partai di Kebumen, membuat narasi Kebumen berduka pasca Pilbup 2015.
Sehingga untuk Pilbup 2020 mengajak untuk tidak "bertempur" dulu, tapi fokus bersama membangun Kebumen sejahtera. Wajar bila muncul calon tunggal sebagai hasil mufakat, karena mufakat juga demokrasi.
Sebuah narasi yang samar-samar. Apakah luka Pilbup 2015 itu berupa peristiwa Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Sabtu, 15 Oktober 2016?
Kalau OTT itu merupakan luka Pilbup 2015, apakah calon tunggal Pilbup 2020 merupakan obatnya?
Siapa Arif Sugiyanto sehingga bisa menjadi obat penawar bagi Kebumen yang tengah luka? Kalau Ristawati Purwaningsih, banyak orang sudah tahu. Yakni istri dari Cipto Waluyo, mantan Ketua DPRD Kebumen yang ikut terseret kasus korupsi sebagai tindak lanjut OTT KPK.
Partai boleh saja menjadi pihak yang berwenang memberikan rekomendasi bagi bapaslon. Tapi partai bukanlah pemegang otoritas tunggal dalam menafsirkan peristiwa di ranah publik untuk menjadi sarana pendidikan politik bagi masyarakat.
Sangat wajar bila merespon permufakatan partai tersebut, sejumlah anggota masyarakat kemudian memunculkan dukungan untuk kolom/kotak kosong yang dipopulerkan dengan sebutan Mas Koko.
Lalu dengan gencar, disuarakan pula untuk memilih Mas Koko ketimbang calon tunggal yang diusung koalisi sembilan partai.
Politisi partai boleh saja meremehkan langkah politisi non partai yang melakukan gerakan tersebut. Bagaimanapun gerakan itu menjadi bagian dari pendidikan politik dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat.
Karena dalam pilkada dengan calon tunggal, masyarakat yang punya hak pilih bisa menolaknya dengan cara memilih kolom kosong pada kartu suara.
Hak ini dilindungi oleh UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi UU.
Pada pasal 54C ayat (2) disebutkan,
"Pemilihan 1 (satu) pasangan calon dilaksanakan dengan menggunakan surat suara yang memuat 2 (dua) kolom yang terdiri atas 1 (satu) kolom yang memuat foto pasangan calon dan 1 (satu) kolom kosong yang tidak bergambar."
Bahkan Mas Koko bisa menjadi pendidikan politik yang dilakukan masyarakat untuk partai politik. Terlebih bila ternyata Mas Koko bisa mengalahkan paslon tunggal. Atau in the last minute ada partai-partai yang menyempal dari koalisi kemudian mengusung paslon sendiri. Sehingga perjuangan Mas Koko pun selesai.
Kalaupun paslon tunggal yang menang, raihan suara dari Mas Koko menjadi pengingat bagi paslon tunggal terpilih, bahwa kemenangannya tidak mutlak.
Meski didukung 100% partai pemilik kursi DPRD, tidak didukung 100% rakyat. Jangan main-main dengan aspirasi rakyat lalu bersikap otoriter dengan kekuasaan yang dimilikinya.(*)
Kang Juki
Salah satu moderator group facebook Suara Rakyat Kebumen.