Ikhlas Menerima Hukuman
Oleh: Kang Juki
Kang Juki |
Tujuannya agar bisa menyesatkan manusia sebanyak-banyaknya. Dalam Al Quran hal itu antara lain dikisahkan pada surat Al A'raf ayat 16-17:
Iblis menjawab,"Karena Engkau telah menghukumku tersesat, aku benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus. Kemudian aku akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat)."
Saat manusia berbuat salah, karena terjerumus godaan iblis, jika ketahuan kemudian hendak dihukum, langkah iblis cenderung diikuti pula. Yakni ingin mendapatkan teman, yang sama-sama melakukan pelanggaran, agar bisa sama-sama pula dihukum.
Karena itu tidak mengherankan bila mendengar seorang tersangka tindak pidana yang baru ditangkap, seperti seorang koruptor, mengatakan dirinya didzalimi atau menjadi korban konspirasi. Sebab dia yakin yang korupsi tak hanya dirinya, banyak orang korupsi.
Mengapa hanya dirinya dan beberapa orang saja yang dihukum? Lainnya, yang bisa jadi lebih besar korupsinya masih leluasa menghirup udara bebas. Pasti ada konspirasi.
Jadi apa yang diungkapkannya itu sebenarnya hanya cara lain agar punya teman sesama pelanggar hukum yang bisa menemani di penjara. Sampai saat ini faktanya belum ada, para tersangka yang awalnya mengungkapkan alasan seperti itu kemudian bisa membuktikannya kalau benar-benar tak bersalah.
Hukuman yang diterima di dunia, nampaknya jadi terasa ringan kalau banyak temannya. Tidak mengherankan, bila hukuman di dunia tak selalu membuat orang jera. Ada saja orang yang sudah keluar masuk penjara masih juga berbuat jahat. Sebab mungkin sudah terlanjur menikmati kehidupan di penjara, yang baginya tak jauh berbeda dengan di alam bebas.
Jangan samakan dengan hukuman di akhirat yang tak akan berbatas, kapan selesainya. Apalagi beranggapan bila banyak yang masuk neraka, siksaan yang dialami akan terasa lebih ringan. Sampai ada orang bebal yang berseloroh, "Tak apa-apa masuk neraka, biar bareng artis."
Yakin artis-artis cantik yang suka mengumbar aurat juga akan masuk neraka. Tapi keliru membayangkan, dikiranya keadaan di neraka sama dengan di dunia.
Lalu apa yang seharusnya dilakukan saat ketahuan orang lain telah berbuat salah? Dalam surat Ali Imran ayat 135, Allah SWT memberi petunjuk,
"dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, (segera) mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya, dan siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa itu, sedang mereka mengetahui."
Singkatnya, jangankan ketahuan orang lain, kalau sudah tahu bahwa apa yang dilakukan itu salah dan dosa, kita harus segera mengingat Allah, memohon ampunan-Nya dan menghentikan perbuatan kita.
Kalau kemudian ketahuan, bahkan tertangkap tangan sedang melakukan kesalahan atau berbuat dosa, lebih baik tidak melakukan pembenaran. Rasionalisasi apapun yang dibuat agar bisa dianggap benar oleh orang lain, tak akan menghapus dosa yang dilakukan. Lebih baik mengakui dan jika terpaksa harus dihukum, terima saja hukuman tersebut. Anggap saja penerimaan hukuman itu sebagai titik awal untuk melakukan kebaikan setelah melakukan keburukan.
Dalam sebuah hadis yang berasal dari Abi Dzar ra, disebutkan Rasulullah SAW bersabda, "Bertakwalah kamu kepada Allah dimana saja kamu berada dan ikutilah setiap keburukan dengan kebaikan yang dapat menghapuskannya, serta pergauilah manusia dengan akhlak yang baik." (HR Tirmidzi no. 1910, hadis ke-18 dalam kitab hadis Arbain Nawawi, hadis hasan menurut Muhammad Nashiruddin Al Albani).
Masih sering berbuat salah? Segeralah berubah, apalagi sudah sampai diketahui banyak orang kesalahan tersebut. Hendak dihukum karena kesalahan itu? Terima saja dengan ikhlas, tak perlu membandingkan dengan orang lain yang diduga juga melakukan kesalahan yang sama atau malah lebih berat, tapi tak dihukum.
Lebih baik dihukum sekarang, lalu kita sadar untuk memperbaiki kesalahan, ketimbang dihukum saat sudah di akhirat kelak. Naudzu billahi min dzaalik.(*)
Kang Juki, Penulis adalah jamaah Masjid Agung Kauman, Kebumen.