Menghindari Berulangnya Masalah yang Sama - ini kebumen | Media Rujukan Kebumen

Menghindari Berulangnya Masalah yang Sama

Oleh: Kang Juki

Menghindari Berulangnya Masalah yang Sama
Kang Juki
INI Kebumen - KITA mungkin sudah sering mendengar ada pepatah, "Hanya keledai yang jatuh di lubang yang sama dua kali". 

Belakangan pepatah ini berubah menjadi, "Keledai saja tak jatuh di lubang yang sama sampai dua kali". Karena kabarnya keledai tak bodoh-bodoh amat untuk sampai terperosok dua kali pada lubang yang sama.

Pesan dari pepatah itu jelas, jangan sampai kita mengulang kesalahan yang sama di lain waktu. Kalau sampai terjadi, berarti kualitas berpikir kita dalam menganalisa peristiwa lebih rendah dari keledai.

Dalam sebuah hadis yang berasal dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW juga berpesan, "Orang mukmin tidak akan terperosok dua kali pada satu lobang." (HR Bukhari no. 5668 dishahihkan ijmak ulama, hadis serupa juga diriwayatkan oleh Muslim no.  5317, Abu Daud no. 4220, Ibnu Majah no. 3972 dan 3973, Ahmad no. 5693 dan 8572, serta Darimi no. 2662).

Karena itu sebagai seorang mukmin dalam menyelesaikan suatu masalah harus tuntas dengan merunut sampai akar masalahnya. Sehingga penyebabnya bisa ditemukan agar tidak timbul lagi masalah dengan penyebab serupa. 

Umumnya sebagian orang tidak telaten saat menghadapi masalah, sehingga belum menemukan akar masalahnya sudah keburu menganggapnya selesai. 

Apalagi jika perlu waktu agak lama untuk membahasnya, maka dengan dalih "tidak ingin memperpanjang masalah", semuanya dianggap selesai begitu saja. Orang Kebumen menyebutnya dengan ungkapan "sing uwis ya uwis" (yang sudah ya sudah). 

Hal itu sebenarnya bukan menyelesaikan masalah, melainkan hanya menghentikan pembahasan masalah. Latar belakangnya malas berpikir, memilih mudahnya saja serta tidak memiliki komitmen untuk menemukan dan berpihak pada kebenaran, karena mungkin berada di pihak yang salah. 

Repotnya ingin dicitrakan sebagai orang bijak. Maka keluarlah ungkapan sok bijak seperti "sudah saya maafkan" atau "sudah saya ihlaskan" untuk menutup pintu masuk pembahasan masalah tersebut. Bukan tidak mungkin justru orang yang berlaku sok bijak itulah sumber masalahnya, setidaknya bagian dari masalah yang harus diselesaikan.

Tanpa membahas penyebabnya, masalah yang sudah terjadi sangat berpotensi untuk terulang. Karena tak tuntas dibahas, persepsi tentang masalah dalam pikiran orang-orang yang terlibat, tidak sama, sehingga antisipasi ke depannya juga berbeda. 

Tujuan semula tak memperpanjang masalah, yang terjadi malah bisa sebaliknya, berulang kali terjadi dalam rentang waktu yang panjang. 

Karena itu jangan gegabah menganggap upaya membahas masalah dengan mengkaji hubungan sebab akibatnya sebagai langkah memperpanjang masalah. 

Beda kalau sudah ditemukan penyebabnya, pihak yang keliru mengakui kesalahannya, meminta maaf dan bahkan siap memberi kompensasi, tapi pihak lainnya masih menuntut secara berlebihan. Itu baru benar-benar memperpanjang masalah.

Dalam Al Quran bukan hanya ditekankan untuk belajar dari masalah yang pernah dialami diri sendiri agar tidak terulang, tapi juga orang lain, bahkan masalah yang dialami generasi sebelumnya. 

Seperti dalam surat Al-A'raf ayat 86, Allah SWT berfirman, "... Dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berbuat kerusakan.” 

Selanjutnya dalam surat Al-Jasiyah ayat 23, disebutkan, 

"Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya sesat dengan sepengetahuan-Nya, dan Allah telah mengunci pendengaran dan hatinya serta meletakkan tutup atas penglihatannya? Maka siapakah yang mampu memberinya petunjuk setelah Allah (membiarkannya sesat)? Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?"

Tak ada yang tidak menginginkan kebahagiaan dalam hidup ini. Namun bukan berarti hidup berbahagia itu tanpa masalah, melainkan mampu menyikapi masalah dengan benar.

Masalah aktual yang lebih terkesan sebagai perulangan adalah naiknya kembali kasus orang terpapar Covid-19. Secara sederhana hal ini menunjukkan pandemi Covid-19 belum ditangani dan disikapi dengan benar. 

Protokol kesehatan (prokes) banyak dilanggar, info aktual perkembangan Covid-19 malah disebut hoax. Di sisi lain, ada juga penyimpangan pemanfaatan penggunaan dana Covid-19. Di sini kecerdasan manusia dalam mengantisipasi masalah diperlukan.

Penyimpangan anggaran Covid-19 bukan indikator ketiadaan Covid-19 yang lantas dijadikan alasan pelanggaran prokes. Karena itu dua hal berbeda yang tidak harus saling berhubungan. Meski salah satunya ada karena akibat adanya yang lain.

Pandemi Covid-19 harus dihadapi bersama, karena itu juga perlu kesadaran bersama untuk mengatasi masalah dengan benar. Kekeliruan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang, jangan dijadikan legitimasi untuk melegalkan kita ikut berbuat keliru. Akumulasi kekeliruan itu yang akan membuat keadaan menjadi semakin parah.

Semoga serangkaian peristiwa yang terjadi, membuat semua pihak tanpa terkecuali mau belajar. Bagaimana menyelesaikan masalah secara tuntas, tidak tergesa-gesa, tetap sabar dan semangat menjalaninya.(*)

Penulis adalah pegiat media dan jamaah Masjid Agung Kauman, Kebumen.

Powered by Blogger.
}); })(jQuery); //]]>