Pelajaran dari Hijrah dan Kemerdekaan - ini kebumen | Media Rujukan Kebumen

Pelajaran dari Hijrah dan Kemerdekaan

Oleh: Kang Juki

Pelajaran dari Hijrah dan Kemerdekaan
Upacara bendera 17 Agustus 2021 di Halaman Pendopo Rumah Dinas Bupati Kebumen
INI Kebumen - PERTENGAHAN Agustus ada dua perayaan besar umat Islam Indonesia, tahun baru 1 Muharram 1443 Hijriyah dan HUT ke-76 Kemerdekaan RI. 

Momentum tahun baru hijriyah akan selalu dikaitkan dengan hijrah yang dilakukan Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Yatsrib yang kemudian diubah namanya menjadi Madinah.

Salah satu hadis yang masyhur tentang hijrah adalah hadis yang lebih dipopulerkan karena dikaitkan dengan niat.

Rasulullah SAW bersabda, "Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; barangsiapa niat hijrahnya karena Allah dan rasul-Nya, maka hijrahnya adalah kepada Allah dan rasul-Nya. Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan." (HR Bukhari no. 52 dishahihkan ijmak ulama)

Ada 14 hadis serupa dari berbagai perawi. Hadis tersebut juga dicantumkan oleh Imam An-Nawawi sebagai hadis pertama dalam kitab kumpulan hadisnya yang populer, "Hadis Arba'in".

Banyak orang gagal paham mengambil pelajaran hadis ini dengan membuat kesimpulan umum "yang penting niatnya baik". 

Kalau memperhatikan dengan seksama, apalagi mempelajari asbabul wurudnya (sebab munculnya hadis), maka kalimat "yang penting niatnya baik" tak bisa dikenakan terhadap sembarang perbuatan. Pernyataan dalam hadis "semua perbuatan tergantung niatnya", karena berkenaan dengan penilaian terhadap orang-orang yang hijrah, perbuatan yang jelas baik, karena mengikuti jejak Rasulullah SAW.

Terhadap perbuatan baik, maka nilai akhir perbuatan akan tergantung niat atau motivasi pelakunya. Tapi perbuatan buruk atau mungkar tentu saja tidak mungkin dilakukan dengan "yang penting niatnya baik". 

Allah SWT justru memerintahkan kita untuk mencegah kemungkaran. Sehingga mustahil mengabaikan perintah Allah SWT dan berbuat kemungkaran dilakukan dengan dalih "yang penting niatnya baik", baik buat siapa atau menurut siapa?

Salah satu syarah kitab Hadis Arba'in yang ditulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjelaskan asbabul wurud hadis tersebut. Diantara umat Islam yang hijrah ada perempuan yang bernama Ummu Qais. Seorang lelaki yang sebelumnya hendak menikahi Ummu Qais, kemudian ikut hijrah juga. Sehingga ada yang bertanya-tanya, lelaki itu ikut hijrah untuk berjuang bersama Rasulullah SAW atau untuk menikahi Ummu Qais.

Niat seseorang tak ada yang tahu, walaupun orang sering melafalkannya. Niat sesungguhnya ada di hati, yang dapat dilihat orang lain hanyalah apa yang dilakukannya. 

Rasulullah SAW melalui hadis tersebut tidak memvonis seseorang menganggap niatnya tidak ihlas. Beliau hanya mengingatkan konsekuensi niat seseorang dalam berbuat adalah hasil yang akan diperolehnya.

Hijrah dilakukan Rasulullah SAW bersama pengikutnya, karena Makkah sudah kurang kondusif untuk pengembangan ajaran Islam. Terlebih sepeninggal istrinya Khadijah dan pamannya Abu Thalib. 

Berbeda dengan Makkah, penduduk Madinah menyambut baik kehadiran Rasulullah SAW dan pengikutnya. Mereka kemudian disebut kaum Ansor, karena menjadi penolong bagi kaum Muhajirin, yang telah hijrah dari Makkah ke Madinah.

Setelah 9 tahun lebih membangun kekuatan di Madinah, umat Islam menjadi kuat. Meski kaum kafir berkali-kali menyerang sehingga terjadi sejumlah perang, kekuatan umat Islam bukannya menurun malah terus bertambah. Puncaknya Rasulullah SAW bisa kembali ke Makkah bersama umat Islam, tanpa pertumpahan darah, melalui peristiwa yang disebut Fathu Makkah.

Umat Islam di Indonesia mengalami yang sebaliknya dari keadaan awal dakwah Islam di Makkah. Di Indonesia agama Islam dengan cepat menyebar ke seluruh pelosok tanah air. Kehadiran kolonialisme yang mampu memecah kehidupan bangsa Indonesia, membuat kehidupan umat Islam Indonesia kemudian mengalami tekanan.

Diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, meski bukan mengakhiri semua masalah, setidaknya telah mengubah suasana. Kehidupan umat Islam Indonesia menjadi lebih leluasa untuk mempelajari, mengamalkan dan mendakwahkan ajaran agamanya.

Mengambil ibrah (pelajaran) dari dua peristiwa besar tersebut, penting bagi umat Islam Indonesia untuk membersihkan kembali niat dan syahadatnya. Sehingga bisa menyerap semangat hijrah dan kemerdekaan dalam mengisi kehidupan sekarang. Karena pada dasarnya syahadat juga memerdekakan diri dari belenggu "tuhan-tuhan" semu, dan hanya tunduk kepada Allah SWT. Merdeka.(*)

Penulis adalah pegiat media dan jamaah Masjid Agung Kauman, Kebumen.

Powered by Blogger.
}); })(jQuery); //]]>