Guru Enggan Menulis, Bagaimana Memotivasi Muridnya Menulis?
Yuniati |
"Saya tidak paham, dalam masalah kepangkatan ada perbedaan atau tidak antara guru di lingkungan Kementerian Agama dengan guru di lingkungan Pemerintah Daerah. Karena kemarin fenomena yang muncul kan guru madrasah. Tapi mestinya, meski beda instansi yang menaungi, standard kepangkatan guru tetap sama," lanjut Yuni.
Dalam pikiran Yuni, problem kepangkatan yang dialami guru madrasah mestinya tak jauh beda dengan guru sekolah.
"Mungkin tak hanya guru madrasah, guru sekolah juga banyak yang kesulitan naik pangkat karena enggan menulis. Hanya belum ada yang mengangkat ke permukaan dan menganggapnya sebagai sebuah persoalan serius," imbuhnya.
Menurut Yuni, mestinya Dewan Pendidikan atau Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) sebagai organisasi yang menaungi guru punya perhatian terhadap masalah tersebut.
"Apa karena dengan pangkat III/d atau IV/a penghasilannya sudah berlebih, sehingga kurang motivasi untuk naik pangkat lagi, karena di antara persyaratannya mesti membuat publikasi ilmiah?" tanya Yuni.
Bagi Yuni, menulis akan melatih orang berpikir sistematis dan akhirnya juga akan bertindak sistematis.
"Jika enggan melatih diri berpikir dan bertindak sistematis, nanti jangan-jangan dalam mendidik juga tidak sistematis dong," lanjutnya.
Yang kemudian dikhawatirkan Yuni, tentu para peserta didiknya. "Kalau gurunya saja enggan menulis, bagaimana mau memotivasi muridnya untuk rajin menulis?"
Yuni mengapresiasi Budiono, guru SLB Gombong, meski tuna netra tak mengurangi semangatnya menulis, sehingga mampu membuat karya ilmiah dengan huruf braille. Hal itu terungkap saat bimtek penetapan daftar usulan penetapan angka kredit di MIN 1 Kebumen, Kamis 30 Agustus 2018.
"Hal ini mestinya menjadi pelecut motivasi bagi guru-guru yang lain. Dikaruniai Allah SWT indera yang lengkap, perlu disyukuri dengan mengoptimalkannya untuk kegiatan yang bermanfaat," ajak Yuni.(*)