Benarkah Kita Berpuasa? - ini kebumen | Media Rujukan Kebumen

Benarkah Kita Berpuasa?


Benarkah Kita Berpuasa?
Suasana buka puasa di sebuah masjid.
www.inikebumen.net BARU beberapa hari memasuki bulan Ramadhan, kita bisa melihat orang-orang yang kita ketahui beragama Islam, ada yang tidak berpuasa lagi.

Ada yang memperlihatkannya dengan terang-terangan, ada yang masih sembunyi-sembunyi. Hanya yang bersangkutan yang tahu, ada tidaknya alasan yang membenarkannya untuk tidak berpuasa.

Bersyukurlah bila kita masih terus menjalankan ibadah puasa beserta ibadah-ibadah lainnya untuk semakin menegaskan keimanan kita. Karena tanpa latar belakang iman yang kuat, bisa jadi hanya karena satu godaan sepele bisa membuat kita berani meninggalkan puasa. Naudzu billahi min dzaalik.

Sekalipun masih terus menjalankan ibadah puasa, kita perlu introspeksi, apakah kita sudah benar-benar berpuasa, atau sekadar mengubah jadwal beraktivitas. Umumnya manusia mengkonsumsi makanan paling banyak pada siang hari, sehingga semestinya ketika menjalankan puasa konsumsi makanan harian berkurang.

Dengan demikian belanja hariannya juga berkurang. Tapi apa yang terjadi demikian? Tampaknya malah sebaliknya, sehingga pengaruh dari berpuasa, bukan ke pengendalian nafsu makan. Tak sedikit mereka yang hanya sekadar menahan nafsu makan untuk kemudian melepasnya tanpa kendali saat berbuka.

Bagaimana dengan nafsu yang lain? Saat berpuasa yang semula halal, yakni makan minum dan berhubungan suami istri, tidak diperbolehkan pada siang hari, apalagi yang  jelas-jelas dilarang, seperti bergunjing, berbohong, ingkar janji, berlaku curang dan lain sebagainya.

Disadari atau tidak, dalam keseharian perilaku tersebut terlanjur menjadi kebiasaan yang masih sulit dikendalikan walau kita sedang berpuasa.

Karena itulah Imam Al Ghazali dalam karyanya yang terkenal, Ihya' Ulumuddin, membagi tingkatan puasa orang menjadi tiga, yaitu: puasa umum, puasa khusus, dan puasa paling khusus.

Masih dalam tingkatan puasa umum jika hanya menahan perut dan kemaluan dari memenuhi kebutuhan syahwat. Yang sudah tingkatan puasa khusus akan menahan telinga, pendengaran, lidah, tangan, kaki, dan seluruh anggota tubuh dari dosa. Dan puasa paling khusus adalah menahan hati agar tidak mendekati kehinaan, memikirkan dunia, dan memikirkan selain Allah SWT.

Bagi yang sudah berulangkali menjalankan puasa, bisa mengevaluasi diri, sampai di mana tingkatan puasanya. Masih tetap puasa umum atau sudah meningkat menjadi puasa khusus. Bila tak ada peningkatan, kita patut khawatir.

Sahabat Abu Hurairah ra menceriterakan bahwa Rasulullah Saw bersabda, "Berapa banyak orang yang berpuasa tidak mendapatkan bagian dari puasanya melainkan lapar dan dahaga, dan berapa banyak orang yang shalat malam tidak mendapatkan bagian dari ibadahnya melainkan bergadang saja." (HR Ahmad no. 8501, Ibnu Majah no. 1680, hadits hasan menurut Muhammad Nashiruddin Al Bani).

Mudah-mudahan saja sebagai orang yang menjalankan ibadah puasa, kita terhindar dari sinyalemen yang pernah diungkapkan Rasulullah saw tersebut. Semoga.(*)

Kang Juki
Penulis adalah jamaah Masjid Agung Kauman, Kebumen.
Powered by Blogger.
}); })(jQuery); //]]>