Menerima Nasehat, Menerima Peringatan
Kang Juki |
Hubungan antar manusia membuat orang terbagi dalam beragam posisi yang berbeda. Masing-masing memiliki tugas dan kewenangan berbeda, hak dan kewajibannya berbeda, sehingga tanggung jawabnya juga berbeda. Ditambah perbedaan status sosial dan ekonomi, ikut mempengaruhi apresiasi yang berbeda terhadap suatu nasehat.
Tak sedikit orang menerima nasehat orang lain, lalu meresponnya dengan kemarahan, kalimat tak mengenakkan atau bentuk penolakan lain yang lebih halus.
Ketika adzan berkumandang di tengah kesibukan bekerja, lalu ada yang menasehati dan mengingatkan, "Sudah hentikan dulu, sudah adzan. Shalat dulu yuk." Reaksi orang bisa berbeda-beda.
Ada yang dengan ringan menjawab, "Ayuk!" Ada yang ingin menunda sebentar, "Berangkat dulu, nanti aku menyusul. Tinggal sedikit lagi." Ada yang agak berat, "Waduh nanggung, aku selesaikan dulu pekerjaanku." Mulai keras, "Kamu tidak lihat apa? pekerjaanku menumpuk, memangnya bisa diselesaikan sambil shalat?" Terang-terangan menolak, "Shalat saja sendiri, kamu enak cuma duduk-duduk saja kerjanya. Tidak lihat pekerjaanku sebanyak ini?"
Contoh lainnya, dulu ketika jilbab belum membudaya di kalangan muslimah, beragam tanggapan perempuan saat dinasehati dan diingatkan untuk berjilbab. Ada yang beralasan belum punya, berarti tinggal beli, tapi juga tidak kunjung beli. Ada yang merasa masih canggung karena belum biasa, tapi tak kunjung memulai untuk membiasakan. Yang parah beralasan dengan membuat perbandingan sepihak, "Daripada berjilbab tapi akhlaknya buruk, lebih baik memperbaiki akhlak dulu, meski tak berjilbab." Atau malah membuat kriteria yang abstrak untuk menolak, "Daripada berjilbab tapi hatinya jelek, ya mending hatinya baik meski tidak berjilbab."
Demikian juga ketika seseorang mengeluhkan masalah yang dihadapinya kepada orang lain, tapi hanya direspon dengan nasehat supaya bersabar. Akan berbeda pula tanggapannya. Ada yang sadar jika selama ini masih kurang sabar. Ada yang mulai emosi dengan berdalih, "Sabar ada batasnya!" Ada juga yang menyerang, "Bicara sabar itu gampang, coba kalau kamu sendiri yang mengalami."
Sekali dua, disadari atau tidak, kita mungkin masih merespon nasehat dengan salah satu cara tersebut. Agak berat untuk menerimanya, walaupun tahu isi nasehat itu memang bagian dari ajaran Islam yang harus dilaksanakan. Agar rasa berat itu tidak terus berkembang, mari renungkan firman Allah dalam surat Al An'am ayat 125 yang artinya, “Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit."
Bagaimanapun hidayah lebih dekat dengan nasehat dan peringatan. Sehingga sebisa mungkin saat mendapat nasehat dan peringatan tentang kebaikan, segera kita ikuti. Apabila masih merasa berat untuk mengikuti lebih baik diam dan berusahalah tersenyum dalam merespon pemberi nasehat. Jangan sampai menanggapinya dengan emosional atau malah marah kepada pemberi nasehat. Termasuk setelah membaca tulisan ini. Bisa tersenyum kan?(*)
Kang Juki
Penulis adalah jamaah Masjid Agung Kauman, Kebumen.