Nasehat yang Tidak Tepat - ini kebumen | Media Rujukan Kebumen

Nasehat yang Tidak Tepat

Sang adik tampak sedikit menahan sakit, sementara kakaknya tak mampu berbuat apa-apa selain mengusap kaki adiknya yang tampak sedikit memerah, meski tidak sampai berdarah.
Nasehat yang Tidak Tepat
Ilustrasi
www.inikebumen.net SEORANG ibu bersama dua anaknya kakak beradik, tengah berjalan-jalan di sebuah taman. Sang adik yang berusia sekitar tiga tahunan mendadak melepaskan diri dari gandengan kakaknya yang berusia belasan tahun, lalu berlarian, tersandung dan jatuh.

Jalan dari paving block di sekitar taman memang tak semua rata, karena ada satu dua paving block yang terlepas dan pecah sebagian.

"Makanya tidak usah lari-lari, itu akibatnya tersandung dan jatuh," tegur ibunya spontan, kedua anaknya sesaat terdiam.

Sang adik tampak sedikit menahan sakit, sementara kakaknya tak mampu berbuat apa-apa selain mengusap kaki adiknya yang tampak sedikit memerah, meski tidak sampai berdarah.

Tak sampai berselang lima menit, seorang bapak-bapak berjalan lewat di dekat kedua anak itu dan nyaris terjatuh karena tersandung.

"Itu bapak-bapaknya tidak lari juga tersandung sampai hampir jatuh," celetuk sang kakak sambil menahan tawa, takut dikira tak sopan.

Bapak-bapak yang hampir jatuh itu tersenyum, mendekati kakak beradik itu lalu menyapa, "Memangnya kenapa, nak?"

Sang kakak lantas menceriterakan bagaimana adiknya tadi jatuh dan respon spontan ibunya.

"Betul nak, yang membuat tersandung bukan karena berlari-lari tapi tidak memperhatikan jalan yang dilewati. Bapak tidak berlari tapi tidak memperhatikan jalan, jadi tersandung. Hanya bapak sudah bisa menjaga keseimbangan badan, meski tersandung hanya sempat goyah tidak terus jatuh. Berbeda dengan adikmu yang masih kecil, belum pandai menjaga keseimbangan badan, sehingga posisinya goyah sedikit sudah terjatuh," terang bapak-bapak itu.

Sang kakak tampak mengangguk-angguk mencoba memahami penjelasan bapak-bapak itu. Adiknya diam merasa menjadi obyek pembicaraan. Sang ibu diam sedikit malu, karena tak merasa bisa berkata-kata lagi. Penjelasan bapak-bapak tadi terasa bak orang menampar mulutnya di depan kedua anaknya.

Dalam kehidupan sehari-hari masih sering kita dapati peristiwa serupa, orang tua memberi nasehat yang tidak tepat kepada anak. Kesan yang paling mudah ditangkap, saat anak mengalami masalah pasti karena berbuat salah, tapi tanpa membuat analisa yang tepat langsung saja memvonis kesalahannya.

Betul sang adik jatuh karena berbuat salah, tapi kesalahannya bukanlah berlari-lari, tapi tidak memperhatikan jalan. Kalau berlari-lari dengan tetap memperhatikan jalan, tentu tak akan tersandung dan jatuh. Buktinya bapak-bapak yang tidak berlari-lari juga tersandung dan hampir jatuh, karena tak memperhatikan jalan juga.

Orang yang lebih tua seperti kakek-nenek, ayah-ibu, paman-bibi, guru, kakak, senior di sekolah, kampus atau pesantren, ketika berinteraksi umumnya akan merasa berhak menasehati yang lebih muda.

Bahkan tak jarang, ada orang yang selalu merespon tindakan orang lain yang lebih muda dengan mengoreksi dan menyalahkan. Teramat pelit untuk memberikan apresiasi. Walaupun responnya tak selalu benar, karena merasa lebih tua menuntut untuk dibenarkan.

Dalam cerita di atas, bukan tidak mungkin celetukan sang kakak melihat bapak-bapak yang tersandung dan hampir jatuh meski berjalan biasa, akan direspon ibunya, "Kalau dinasehati ibu jangan membantah!"

Padahal jelas, sang kakak tak bermaksud membantah. Hanya meluruskan pesan yang disampaikan ibunya dan ternyata dijelaskan oleh bapak-bapak yang hampir jatuh tadi. Mungkin juga karena yang menjelaskan bapak-bapak yang lebih tua, sehingga sang ibu tidak menanggapi. Jika yang menjelaskan anaknya barangkali akan ditanggapi lagi, "Sudah jangan kebanyakan teori!"

Kasus yang hampir sama ketika ada anak yang mengalami kecelakaan saat berlalu lintas, tak jarang belum memahami kronologinya, orang tuanya bisa langsung menegur, "Kamu tidak hati-hati sih!"

Teguran yang bisa membuat anak makin merasa sakit. Terlebih bila ternyata kecelakaan yang dialaminya karena kecerobohan orang lain, seperti kendaraan yang remnya tak berfungsi atau kecerobohan lainnya. Pengguna jalan lebih dari satu orang, kecerebohan seseorang bisa membuat orang lain yang sudah berhati-hati bisa mengalami kecelakaan.

Karena itu, jika hendak memberi nasehat pahami dulu masalahnya dengan cermat. Ada nasehat yang terasa nyaman di telinga, karena disampaikan dengan kata-kata yang bijak. Ada pula nasehat yang seperti vonis hakim, menyengat dan membuat merah telinga.

Sehingga meskipun benar dan harus dilaksanakan, kadang susah diterima orang yang dinasehati. Sebaliknya, nasehat yang tidak tepat seperti merendahkan yang dinasehati. Tak heran ada ungkapan "Nasehat adalah penghinaan yang dipolitisir".

Bayangkan bila seorang atlet yang tengah ikut lomba lari terjatuh di lintasan, lalu ada yang menegur, "Makanya tidak usah ikut lomba lari, sudah kalah jatuh pula".

Dalam Al Quran ada contoh nasehat yang tidak tepat. Yaitu dalam surat Al Kahfi yang antara lain mengisahkan pertemuan Nabi Musa as dengan seorang bijak, yang sebagian menyebutnya sebagai Nabi Khidzir as.

Sebelumnya Nabi Musa sudah diingatkan untuk tidak mengomentari apa yang dilakukan Nabi Khidzir selama dalam perjalanan, karena nanti akan diterangkan latar belakang tindakan tersebut.

Namun ketika mereka bersama-sama menumpang sebuah perahu, melihat Nabi Khidzir tampak melubangi perahu tersebut Nabi Musa langsung berkomentar, sebagaimana disebutkan dalam surat Al Kahfi ayat 71,

"Maka berjalanlah keduanya, hingga ketika keduanya menaiki perahu lalu dia melubanginya. Dia (Musa) berkata, 'Mengapa engkau melubangi perahu itu, apakah untuk menenggelamkan penumpangnya?' Sungguh, engkau telah berbuat suatu kesalahan yang besar."

Setelah sampai tiga kali dalam perjalanan itu Nabi Musa tidak sabar untuk tidak mengomentari tindakannya, sebelum berpisah Nabi Khidzir menjelaskan latar belakang tindakan melubangi perahu.

Nabi Khidzir hanya membuat cacat kecil di perahu tersebut. Karena di pelabuhan tempat perahu hendak berlabuh ada penguasa yang suka merampas perahu yang bagus. Dengan membuat cacat kecil di perahu, Nabi Khidzir berharap bisa menyelamatkannya dari rampasan sang penguasa.

Penjelasan Nabi Khidzir disebutkan dalam ayat 79,  "Adapun perahu itu adalah milik orang miskin yang bekerja di laut; aku bermaksud merusaknya, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang akan merampas setiap perahu."

Jika merasa sering menasehati orang, renungkan kembali apa yang sudah pernah dinasehatkan tersebut. Alhamdulillah bila tepat sasaran, bila tidak pertimbangkanlah untuk meminta maaf kepada yang sudah terlanjur dinasehati.

Sebab nasehat yang tidak tepat, bisa saja membuat yang dinasehati jadi rendah diri, enggan berbuat sesuatu karena takut salah. Yang terpenting harus diingat, nasehat tidak sama dengan  membully. Nasehat yang benar semestinya meneguhkan hati untuk terus berbuat dengan benar, bukan sebaliknya. Wallahu a'lam bish-shawab.(*)

Kang Juki
Penulis adalah jamaah Masjid Agung Kauman, Kebumen.
Powered by Blogger.
}); })(jQuery); //]]>