Pak Bupati, Pandulah Kebumen Menuju Normal Baru
Muh Ma'rufin Sudibyo |
Sebuah temu daring (online) antar anggota Kagama (perhimpunan alumni Universitas Gadjah Mada) di berbagai penjuru Indonesia dan dunia terselenggarapa pada Ahad 14 Juni 2020 lalu. Dengan tema “Mempersiapkan Normal Baru: Pengalaman Negara Lain”, temu daring di bawah tajuk sinergi UGM–Kagama itu tak sekedar temu kangen biasa. Namun menjadi pertemuan serius yang membahas dampak terkini dan pelajaran yang dapat diambil dari pandemi Covid–19 di sejumlah negara.
Pembicara kunci adalah bu Retno Listiyarti selaku Menteri Luar Negeri RI dan pak Ganjar Pranowo selaku Ketua Kagama sekaligus Gubernur Jawa Tengah. Bu Retno banyak mengupas betapa dalamnya dampak pandemi ini pada negara–negara di dunia sedangkan pak Ganjar berbagi pengalamannya sejauh ini dalam menghadapi wabah di lingkup Jawa Tengah. Pembicara–pembicara selanjutnya adalah para diplomat yang sedang bertugas di KBRI Wina (Austria), Hanoi (Vietnam) dan Washington (AS) serta mas Donnie Ahmad salah satu dokter epidemiolog papan atas Indonesia.
Berbagi pengalaman dan diskusi dalam temu–daring itu cukup menarik bilamana dikaitkan dengan gaung Normal Baru (new normal) dalam lokalitas Kab. Kebumen yang kian kencang akhir–akhir ini. Meskipun status tanggap darurat bencana non alam di Kab. Kebumen belum dicabut. Dan meskipun sempat menikmati nol kasus selama 5 hari dan nir kasus baru hampir sebulan, toh akhirnya kasus aktif Covid–19 di sini kembali muncul pada Ahad lalu. Berikut beberapa butir yang perlu menjadi perhatian bersama :
1. Pandemi adalah pertempuran jangka panjang
Badan kesehatan sedunia (WHO) menyebutkan pandemi ini akan berlangsung lama, hingga bertahun–tahun ke depan. Pandemi akan berakhir bila salah satu dari hal ini terjadi lebih dulu: kekebalan komunal (herd immunity) atau mutasi virus.
Berdasarkan sifat virus Covid–19 maka herd immunity bisa dicapai apabila minimal 70 % penduduk telah terpapar virus, baik secara alamiah maupun buatan (vaksinasi). Herd immunity alamiah dapat dilihat misalnya di kasus pandemi flu Spanyol (H1N1) seabad silam. Dan herd immunity buatan dicapai melalui program vaksinasi, yang dalam sejarah sudah berhasil meminimalkan atau bahkan menghentikan aneka penyakit menular yang pernah begitu menakutkan.
Sementara mutasi virus adalah hukum alamiah yang harus ditempuh virus Covid–19 dalam evolusinya bilamana ingin tetap bertahan di dunia ini tanpa ikut musnah seiring fatalitas pada makhluk inangnya.
Berdasar dua syarat itu diperkirakan butuh waktu 3 hingga 5 tahun ke depan agar pandemi Covid–19 teratasi. Sehingga ini adalah peperangan jangka panjang, jika mengacu kepada pengalaman Vietnam. Dalam peperangan seperti ini tetaplah bersiaga meski sudah tak ada serangan (kasus) di sekitar kita, karena musuh (virus) masih berkeliaran di batas cakrawala.
2. Normal baru butuh tahapan
Karena perjuangan menghadapi pandemi Covid–19 adalah peperangan jangka panjang, maka Normal Baru (new normal) menjadi sebuah keniscayaan. Ini merupakan adaptasi manusia terhadap abadinya perubahan (panta rhei), dimana perubahan kali ini dipicu kehadiran virus Covid–19. Agar hidup bisa terus berlanjut di tengah resiko penularan yang masih tinggi.
Normal Baru bukanlah normal biasa. Bukan normalitas sebagaimana layaknya sebelum Covid–19 melanda. Kini mengenakan masker yang layak menjadi wajib. Menjaga jarak fisik minimal 1 meter terhadap orang lain juga hal yang wajib.
Begitu pula mencuci tangan yang benar, harus menjadi rutinitas harian. Di atas ketiga hal tersebut, yang terpenting adalah bagaimana mengurangi manusia menjadi sesedikit mungkin. Karena virus ini menular antar manusia (tidak melalui hewan perantara) melalui kerumunan dan mobilitas orang–orang.
Kehidupan Normal Baru membutuhkan tahapan yang jelas dan tegas. Dari pengalaman Austria dan Vietnam, Normal Baru dibagi ke dalam sejumlah tahapan. Mulai dari fase dibukanya toko / pasar secara bertahap. Diikuti fase berikutnya dengan dibukanya tempat ibadah.
Lantas diikuti fase berikutnya lagi dengan pembukaan sekolah, obyek wisata dan kegiatan–kegiatan luar ruangan dengan peserta maksimal 100 orang. Dan fase terakhir adalah membuka kegiatan luar–ruangan dengan peserta di atas 500 orang (kegiatan dalam ruangan dibatasi maksimal 200 peserta).
Dalam setiap fase tersebut, trilogi masker-jaga jarak–cuci tangan tetap menjadi kewajiban. Dan di setiap fase selalu terdapat pintu belakang: apabila kasus baru meningkat dalam salah satu fase maka Normal Baru dihentikan dan status tanggap darurat kembali diterapkan.
3. Disiplin, disiplin, disiplin!
Kunci mengendalikan pandemi Covid–19 agar Normal Baru dapat terselenggara pada setiap tahapnya adalah tiga hal: disiplin, disiplin dan disiplin. Pemerintah Kab. Kebumen seharusnya memastikan masyarakatnya disiplin dalam menjaga trilogi masker–jaga jarak–cuci tangan.
Jika diperlukan bahkan diperkenankan menerapkan hukuman bagi pelanggar, seperti berlaku di Austria dan Vietnam. Di negara tersebut, denda besar dan hukuman sosial ditetapkan bagi pelanggar. Penegakan disiplin juga berlaku pada aparatur pemerintah sendiri, karena di hadapan virus Covid–19 tak ada perbedaan kasta maupun lapisan–lapisan masyarakat. Semua bisa terkena.
Amerika Serikat adalah contoh bagaimana pandemi yang tidak terkendali. Meskipun mereka memiliki seluruh sumberdaya yang dibutuhkan. Mereka sudah memiliki rencana kesiapsiagaan sejak 15 tahun silam, memiliki sistem health security yang tergolong baik dan bahkan memiliki lembaga–lembaga kesehatan papan atas sejagat mulai dari rumah sakit, pendidikan tinggi kesehatan hingga lembaga pengendali penyakit (CDC).
Namun mismanajemen pemerintahan, ditunjang dengan tidak disiplinnya warganegaranya dalam kewajiban trilogi masker–jaga jarak–cuci tangan dan ditambah dengan kerumunan besar–besaran (mulai dari demo anti Covid–19 hingga demo antirasialisme) membuat negara tersebut masih belum bisa mengendalikan situasi pandeminya. Kita tentu berharap situasi tersebut tak terjadi di Kab. Kebumen.
4. Sinergi pemerintah dan rakyat
Pelajaran terpenting dari negara–negara yang sukses mengendalikan pandemi Covid–19 sejauh ini (Austria, Vietnam, Tiongkok dan Selandia Baru) adalah sinergi antara pemerintah dan rakyatnya.
Rasa saling percaya harus dibangun. Pemerintah Kabupaten Kebumen harus mampu membangun komunikasi yang efektif sehingga masyarakat bisa memahami kebijakan pemerintah. Dari pengalaman di Austria dan Vietnam, pesan sederhana dan mobilisasi yang sesuai dengan lingkup sosial budayanya sangat diperlukan. Agar semua merasa menjadi satu kesatuan.(*)
Muh Ma'rufin Sudibyo
Penulis adalah Putra Kebumen, pegiat mitigasi bencana