Mewaspadai Orang yang Gemar Nabok Nyilih Tangan - ini kebumen | Media Rujukan Kebumen

Mewaspadai Orang yang Gemar Nabok Nyilih Tangan

Oleh: Kang Juki

Mewaspadai Orang yang Gemar Nabok Nyilih Tangan
Kang Juki
INI Kebumen - SEBAGAIMANA halnya bohong, perbuatan dosa juga tidak akan pernah cukup dilakukan hanya sekali. Pasti akan diikuti dengan perbuatan dosa berikutnya, baik terkait langsung maupun tidak dengan perbuatan dosa yang pertama.

Dalam salah satu kisah hikmah, ada cerita tentang seorang ahli ibadah yang terjebak godaan setan untuk mencoba berbuat dosa. Hanya karena iri dengan setan yang menyamar sebagai manusia yang seolah-olah beribadah khusuk di masjid sampai menangis terisak-isak.  

Menganggap hal seperti itu merupakan ekspresi seorang hamba yang dekat dengan Allah SWT. Karena tak bisa melakukan hal yang sama, ahli ibadah terbujuk godaan setan untuk mencoba berbuat dosa. 

Dipikirnya dosa yang dianggap paling ringan adalah minum minuman keras. Namun ternyata saat mabuk usai menenggak minuman keras, ahli ibadah tersebut tergoda melihat perempuan cantik di tempatnya minum. 

Dalam kondisi mabuk ia kemudian nekad memperkosa perempuan tersebut. Saat ada orang lain yang menghalangi, ia serang sampai mati. Ahli ibadah itu seketika melakukan tiga perbuatan dosa sekaligus, minum minuman keras sampai mabuk, memperkosa dan membunuh.

Kisah tersebut bisa saja kita alami dalam bentuk lain. Salah satunya adalah jika tidak waspada dengan orang yang pintar berargumen, cenderung memutarbalikkan fakta bahkan sampai melakukan playing victim

Yakni memosisikan diri sebagai korban dalam peristiwa yang dikesankan sebagai bentuk kezaliman pihak tertentu. 

Orang yang melakukan playing victim tentu tak akan berhenti hanya dengan memutarbalikkan fakta. Tindak lanjutnya pasti menginginkan ada orang yang melakukan tindakan terhadap pihak yang digambarkannya telah menzalimi dirinya. 

Dalam bahasa Jawa diistilahkan dengan nabok nyilih tangan (memukul dengan meminjam tangan orang lain). Artinya, dia akan berusaha memprovokasi agar ada orang yang mau mengambil tindakan terhadap pihak yang diklaim telah menzaliminya tersebut.

Nabi Muhammad SAW juga pernah hendak dimanfaatkan orang yang ingin nabok nyilih tangan, dengan kemampuannya dalam membuat argumen meski tanpa didukung bukti. 

Hal ini diabadikan dalam Al Quran surat An Nisa' ayat 105, "Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat."

Dalam menafsirkan ayat tersebut, Syekh Imam Al-Hafiz, Imaduddin Abul Fida Ismail ibnul Khatib Abu Hafs Umar ibnu Katsir dalam karya populernya Tafsir Ibnu Katsir antara lain mengutip hadis dari Musnad Imam Ahmad nomor 25492. 

Hadis yang berasal dari Waki' dan dinilai shahih oleh Syu'aib al-Arna'uth itu mengisahkan dua orang laki-laki dari sahabat Anshar yang bertikai tentang warisan, mengadu kepada Nabi Muhammad SAW.

Karena keduanya tidak membawa bukti yang jelas, maka Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya kalian mengadukan pertikaian kalian kepadaku sementara aku adalah manusia. Pasti sebagian kalian lebih kuat hujahnya dari sebagian yang lain. Dan aku memutuskan di antara kalian berdasarkan apa yang aku dengar. Barangsiapa yang aku beri keputusan kepadanya dengan mengurangi hak saudaranya, maka janganlah ia mengambilnya, karena yang aku putuskan untuknya adalah putusan dari neraka yang ia akan datang dengan diletakkan di lehernya besi panas pada hari kiamat." 

Mendengar sabda Rasulullah SAW tersebut, kedua lelaki itu menangis. Masing-masing dari keduanya lalu berkata, "Hak saya untuk saudaraku." 

Rasulullah SAW kemudian bersabda lagi, "Bila demikian yang kalian berdua katakan, maka pergilah dan bersumpahlah kemudian pilihlah kebenaran. Lantas kalian undi dan hendaknya setiap salah seorang di antara kalian berdua saling menghalalkan bagi siapa yang menjadi pemiliknya."

Manusia, dengan berbagai posisinya, sebagai orang tua, guru, ulama maupun umara, bisa terlena saat ada orang yang mengadukan masalahnya dengan menyanjung dirinya. 

Apalagi bila selain menyanjung, juga membawa bingkisan yang membuatnya bisa terbebani secara psikologis untuk membenarkan pengaduan tersebut. Sehingga bisa lupa menilai, apakah pengadu itu orang beriman yang layak dipercaya kata-katanya, atau orang fasik yang harus dicek kebenaran kabar yang dibawanya.

Jika pengadu tergolong orang fasik, dalam surat Al Hujurat ayat 6 Allah SWT mengingatkan, "Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu."

Karena itulah di Indonesia, para hakim lazimnya dalam menjatuhkan vonis bersalah mesti didukung minimal dua alat bukti. Dalam kehidupan sehari-hari orang bisa main hakim sendiri, memvonis tanpa alat bukti. Perilaku seperti ini bisa dimanfaatkan orang yang gemar nabok nyilih tangan

Sangat berbahaya jika dilakukan orang yang memiliki pengaruh luas. Sebab "bisa menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya" dan akibatnya, "kamu menyesal atas perbuatanmu itu"

Tidak mungkin ada perbuatan dosa tunggal bila tak segera bertaubat. Pasti akan ada perbuatan dosa susulan, baik terkait langsung maupun tidak dengan perbuatan dosa yang pertama. Naudzu billahi min dzalik.(*)

Kang Juki

Penulis adalah jamaah Masjid Agung Kauman, Kebumen.

Powered by Blogger.
}); })(jQuery); //]]>