PHBS di Ponpes Masih Rendah, Nawal Yasin: Edukasi Perlu Dimasifkan
Pondok pesantren di Jawa Tengah dan Jawa Barat memiliki kategori yang hampir sama.
Ketua Umum Badan Kerja Sama Organisasi Wanita (BKOW) Jawa Tengah, Nawal Arafah Yasin mengungkapkan, kesadaran ber-PHBS di pondok pesantren tergolong rendah.
Saat menjadi pembicara kunci dalam Sarasehan Membangun Kepekaan Pesantren terhadap Problem Kesehatan Reproduksi Perempuan, Rabu, 27 Oktober 2021, Nawal membeberkan hasil penelitian PHBS di salah satu pondok pesantren di Jawa Barat.
Komponen yang diteliti meliputi penggunaan handuk bersama, ganti pakaian bersih, ganti pakaian dalam, mencuci tangan sebelum makan, mencuci tangan setelah BAB, mandi tanpa sabun dan penggunaan sikat gigi bersama.
Dari penelitian itu diketahui 67,3 persen santri tidak cuci tangan setelah buang air besar, 32,7 persen santri tidak cuci tangan sebelum makan dan 23,5 persen santri, baru berganti pakaian bersih setelah 3 hari dikenakan.
Meski penelitian tersebut dilakukan di Jawa Barat, Nawal berpandangan, apabila penelitian dilakukan di Jawa Tengah, hasilnya tidak akan jauh berbeda. Sebab, pondok pesantren di Jawa Tengah dan Jawa Barat memiliki kategori yang hampir sama.
"Penelitian yang sudah ada datanya itu, kami ambil dari Jawa Barat. Tentunya di Jateng juga mungkin hampir sama. Karena dengan melihat kategori (pondok pesantren) yang ada di Jabar dan Jateng ya hampir sama begitu, " katanya di Pondok Pesantren Roudlotul Mubtadiin Balekambang.
Nawal menerangkan, penyakit-penyakit yang umumnya muncul di pondok pesantren adalah penyakit kulit/Scabies, infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), TBC, hepatitis dan anemia. Kebiasaan ber-PHBS di lingkungan pondok pesantren, tentu harus diperbaiki untuk membangun generasi mendatang yang sehat dan berkualitas.
Menurutnya, upaya yang bisa dilakukan dari sisi pencegahan adalah memberikan edukasi pentingnya menjaga kesehatan melalui kebiasaan hidup bersih dan sehat kepada para santri. Edukasi ini bisa dilakukan oleh pondok pesantren bekerja sama dengan puskesmas terdekat.
"Yang paling penting adalah edukasi. (Penyakit) yang paling banyak di pondok pesantren adalah TBC, kemudian scabies (gudik) dan ISPA," kata dia.
"Jadi mungkin edukasi terlebih dahulu dan tadi mungkin kita akan melakukan MoU untuk menegaskan kembali bahwa tupoksi (tugas pokok fungsi) puskesmas adalah dia bersinergi dengan pondok pesantren terdekat," paparnya.
Di samping itu, menurut dia, keberadaan pos kesehatan pesantren (poskestren) dirasa penting. Kader-kader poskestren, tentu akan membantu dalam memberikan edukasi pentingnya menjaga kesehatan di internal lingkungan pondok pesantren. Sayangnya, di Jawa Tengah, jumlah pesantren yang memiliki poskestren belum sampai separuhnya.
Hanya 44 persen koma berapa yang sudah memiliki poskestren di Jateng ini. Jadi garapan yang harus dilaksanakan adalah edukasi terlebih dahulu.
"Sebenarnya materinya, tenaga pelatihnya (dari santri Husada), termasuk seragamnya sudah ada. Tapi belum menjangkau semua pondok pesantren di Jateng. Mungkin ini harus kita masifkan, kita dorong kembali," urainya.(*)