Peristiwa Canonade Desa Candi Dipentaskan pada HUT RI
Salah satu adegan sosiodrama peristiwa Canonade d Desa Candi. |
Untuk penyutradaannya dikoordinir oleh BE Susilohadi, dibantu Putut Ahmad Su’adi dan Pekik Sat Siswonirmolo, dari Dewan Kesenian Daerah Kabupaten Kebumen.
Ketua DKD Kebumen, Pekik Sat Siswonirmlolo, menjelaskan pementasan sosiodrama tersebut diharapkan akan memberikan kesadaran pada generasi muda akan arti pentingnya sebuah kemerdekaan suatu bangsa.
"Yang ditebus dengan penderitaan, darah dan beribu-ribu nyawa. Sehingga akhirnya akan muncul satu tekad untuk mewujudkan semboyan NKRI harga mati," ujarnya.
Pementasan sosiodrama digambarkan suasana pada Minggu Wage 19 Oktober 1947, sekitar pukul 08.00 WIB keramaian pasar Candi pagi itu sekonyong-konyong dikejutkan oleh datangnya pesawat Capung musuh yang melakukan pengintaiann. Sambil memberikan sinar kode dan menjatuhkan beberapa bom kemudian disusul dentuman peluru meriam pertama yang jatuh di dekat Pasar Candi. Pesawat juga dipandu oleh mata-mata Belanda yang berada di dukuh Legok dengan memantulkan cermin ke atas sebagai kode lokasi keberadaan Candi.
Sebagai tembakan pendahuluan Belanda adalah ke arah selatan Sugihwaras. Kemudian, menjatuhkan beberapa bom sebagai pemandu arah sasaran pelaksanaan canonade yang dilakukan dari dua lokasi yakni Kenteng dan Ragadana.
Warga masyarakat di Pasar Candi kocar-kacir. Tembakan meriam dari Gombong semakin gencar bagai hujan peluru. Setelah tembakan mereda. Penduduk Candi dan sekitarnya bergegas untuk mengungsi, namun tidak lama kemudian peluru Kanon kembali berjatuhan di Desa Candi yang meliputi Dukuh Pasar Candi, Cengkoreh, Sigedong, Serang, Kandangan, Legok, Gemiwang, Kepel, Plarangan dan Pucung. Kanonade Candi baru berhenti sekitar pukul 13.00 WIB. Jumlah peluru yang ditembakkan lebih-kurang 600 butir.
Warga selamat baik yang tadinya telah berlindung di gua Sigedong maupun yang berada di rumah masing-masing mengungsi ke daerah-daerah yang aman di Somawangsa Karanggayam, Pandansari Sruweng dan sekitarnya. Korban luka mengungsi ke Rumah Sakit Kebumen untuk meminta pertolongan. Semua berjalan kaki menyelamatkan diri. Korban parah setelah sampai di rumah sakit dilarikan ke rumah sakit Yogyakarta menggunakan kereta api.
Jumlah korban meninggal yang terdata 786 orang, mayat-mayat bergelimpangan dimana-mana, di rel kereta api, dipasar dan di sungai. Mata-mata Belanda pada akhirnya tewas, dengan kondisi kepala yang terpenggal, mayatnya dihanyutkan warga di sungai yang sedang banjir. Maka keadaan pun kembali aman.(*)