Gelar Temu Nasional Ke-6 di Adimulyo, Gerbang Luncurkan Produk Kompor Sigap
Gerakan Anak Bangsa (Gerbang) menggelar temu nasional di Desa Banyurata, Kecamatan Adimulyo. |
Dalam gelar produk, kompor Sigap buatan anak-anak remaja dari Warkop Gerbang Yogyakarta, mempunyai daya tarik tersendiri. Anto yang menjadi salah seorang penggagas produk tersebut menjelaskan, bahwa kompor Sigap bisa selevel dengan kompor gas melon (3 kilogram).
"Hemat kayu bakar dan hasil masakannya lebih enak," jelas Anto saat memamerkan produknya.
Cara pengoperasian kompor Sigap menurut Anto juga cukup mudah. Lubang di tengah diisi dengan beberapa potong ranting pohon, lalu dinyalakan.
"Jika api sudah menyala, maka pengatur daya panas api bisa digunakan," imbuh Anto.
Kelebihan kompor Sigap yang lain menurut Anto, durasi memasaknya lebih lama daripada gas melon. Tapi lebih hemat, mudah dipindah dan tidak ada resiko meledak. "Hemat, murah dan aman," ujarnya.
Masyarakat yang menyaksikan gelar produk tampaknya juga tertarik dengan kompor Sigap. Seperti Suparti, warga Desa Adimulyo yang ingin membelinya.
"Bagus, saya ingin membeli kompor Sigap kalau masih ada. Karena hemat, sederhana dan mudah digunakan. Sementara hasil masakannya enak," ucap Suparti.
Produk Kompor Sigap yang diluncurkan Gerbang. |
"Mereka di antaranya berasal dari Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, DIY, Bali, sampai Kalimantan," terang Teguh.
Salah satu pelopor Gerbang, Harianto dari Yogyakarta, menjelaskan salah satu program unggulan Gerbang, yakni Sekolah Warga yang sudah dilaksanakan di beberapa daerah.
"Sekolah Warga bukan sekadar ada kelas dan pelatihan, atau untuk transfer ilmu pengetahuan belaka, tapi menjadi sarana pengabdian. Kita akan memperlihatkan dan memberi contoh bahwa di Indonesia masih ada orang-orang yang mau mengabdi," papar Mas Har, panggilan akrab Harianto.
Sekolah Warga, dikatakan Mas Har, bisa dibuka kelas bengkel, kelas merias penganten dan sebagainya. Yang juga penting, peserta bukan hanya memiliki skill baru, tapi juga saudara baru, keluarga baru dan paseduluran baru.
"Jadi orang datang merasakan kebersamaan dan merasa memiliki banyak saudara. Itu yang menjadi pembeda dengan lembaga pelatihan biasa, di mana peserta datang tanpa nilai kekeluargaan," pungkasnya.(*)