Menanti Geopark Nasional, Karangsambung-Karangbolong Bakal jadi Ujung Tombak Wisata di Kebumen
Embung Cangkring di Desa Cangkring, Kecamatan Sadang, menjadi salah satu wilayah yang masuk dalam Kawasan Geopark Nasional Karangsambung Karangbolong. |
Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, Eko Yulianto, saat mengunjungi Kebumen pertengahan tahun 2018 sudah menginformasikan peluang tersebut.
"November tahun ini, Geopark Karangsambung Karangbolong bisa didorong sebagai geopark nasional. Sehingga Kampus LIPI Karangsambung perannya menjadi lebih besar dari sekarang," katanya.
Sebelumnya sudah terbit Keputusan Bupati Kebumen nomor 070/179 tanggal 3 April 2018 tentang Delienasi Kawasan Geopark di Kebumen yang menyebutkan tiga kawasan yang termasuk dalam geopark tersebut.
Secara terpisah, tiga kawasan tersebut sebenarnya sudah lama dikenal masyarakat, yakni Kawasan Karangsambung, Kawasan Sempor dan Kawasan Karangbolong.
Kawasan Karangsambung sebagai daerah yang menyimpan bebatuan kuno sudah dikenal jauh sejak jaman kolonial Belanda. Penemuan pertama batuan tua di Karangsambung dilaporkan peneliti geologi Belanda, RDM Verbeek dan R Fennema pada 1881.
Publikasi pertama tentang batuan Karangsambung dilakukan RDM Verbeek pada 1891 yang menulis temuan fosil Nummulites dan Orbitulina dari Luk Ulo. Kawasan Karangsambung baru dipetakan oleh Ch EA Harloff pada 1933.
Pasca kemerdekaan, pendidikan Indonesia belum mengenal muatan lokal. Kandungan bebatuan kuno di Karangsambung tak membuat geologi menjadi jurusan yang diminati pelajar Kebumen, bahkan cenderung kurang populer.
Alumni dan guru besar ITB Sukendar Asikin yang punya inisiatif memanfaatkan potensi geologi Karangsambung. Usai lulus Jurusan Geologi ITB tahun 1958, Asikin melanjutkan pendidikan "metoda geologi lapangan" di Kampus Lapangan Geologi, Rocky Mountains, Mountana, AS. Pengalaman di AS, mendorongnya mengajukan usulan kepada LIPI dan Departemen Urusan Research Nasional (DURENAS) untuk membangun Kampus Lapangan Geologi Karangsambung pada tahun 1964.
Sekarang tempat itu dikelola Unit Pelaksana Teknis Balai Informasi dan Konservasi Kebumian (UPT BIKK) Karangsambung Kebumen LIPI di Kampus LIPI Karangsambung, Kebumen.
Kandungan bebatuan Karangsambung tentu saja menarik minat masyarakat untuk menambangnya. Apalagi sekitar kawasan tersebut tergolong kantong kemiskinan di Kabupaten Kebumen.
BACA JUGA:
Nasib Geopark Karangsambung Karangbolong Ditentukan 1 Desember 2018
Khawatir akan menimbulkan kerusakan geologis, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah pernah mengeluarkan SK Gubenur Nomoro 545/103/1984 dan SK Gubernur Nomor 545/61/1995, tentang larangan penambangan semua bahan galian Golongan C di Wilayah Karangsambung, yang masuk dalam wilayah tiga kabupaten, yaitu Kebumen, Banjarnegera dan Wonosobo.
Meski demikian kegiatan penambangan terus berlangsung. Pikiran sederhana masyarakat, memanfaatkan potensi geologi hanya bisa dilakukan dengan menambang.
Tahun 2006, Situs Karangsambung ditetapkan sebagai Cagar Alam Geologi Karangsambung melalui Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 2817-K/40/MEM/2006 tanggal 10 November 2006. Empat hari kemudian, 14 November 2006, Cagar Alam Geologi Karangsambung diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berbarengan dengan peresmian PLTU di Cilacap.
Wilayahnya sebenarnya mencakup tiga kabupaten, yakni Kebumen, Banjarnegara dan Wonosobo. Hanya paling luas berada di Kebumen yang masuk ke dalam lima wilayah kecamatan, yakni Alian, Karangsambung, Sadang, Pejagoan dan Karanggayam.(*)