Beberapa Catatan tentang Mas Fuad (Bagian II)
www.inikebumen.net SELAKU salah seorang pembina Dewan Kesenian Daerah (DKD) Kabupaten Kebumen periode 2015-2020, saya mengupayakan pengurus DKD yang baru dilantik, Rabu 20 Januari 2016 silam, untuk bisa beraudiensi dengan Mas Fuad sebelum dilantik menjadi Bupati. Jadilah pada Ahad, 31 Januari 2016 pengurus harian DKD bersilaturahim ke rumah Mas Fuad.
Di akhir pertemuan saat saya memberikan novel "Silang Selimpat", Mas Fuad mengatakan kalau sudah membacanya. Sebelumnya, istri saya memang sudah pernah memberikannya kepada Mbak Lilis, istri Mas Fuad. Mungkin Mas Fuad kemudian ikut membacanya. Saya menanggapinya dengan mengatakan, "Suasananya tentu beda Mas, antara membaca sebelum dengan sesudah menjadi bupati."
"Silang Selimpat" memang imajinasi saya tentang profil seorang Bupati Kebumen yang jujur dan merakyat, tapi masih juga ada yang berusaha menjatuhkannya. Dilaunching Senin, 12 Januari 2015, saat tahapan Pilbup Kebumen sudah dimulai, saya berusaha keras agar mereka yang mau menjadi calon bupati Kebumen bisa membacanya. Setidaknya agar punya gambaran bagaimana salah satu bentuk harapan tentang Bupati Kebumen.
Saya tidak tahu, ketika kemudian Mas Fuad membuat program Subuh berjamaah, apa juga terinspirasi dari novel tersebut. Bedanya saya menggambarkan Bupati Kebumen turun ke desa sepekan sekali, sendiri dan menginap, sehingga bisa shalat Subuh berjamaah dengan masyarakat. Sementara yang dilakukan Mas Fuad dalam gerakan shalat Subuh berjamaah tidak diawali menginap di lokasi dan melibatkan OPD. Menurut saya ini merepotkan banyak orang, hanya tampaknya tidak ada yang mau atau berani, untuk mengingatkan langsung ke Mas Fuad.
Berbeda dengan kebanyakan orang, saya mungkin tergolong usil untuk menanggapi hal-hal yang menurut saya kurang pas. Meski yang saya nilai kurang pas itu terkait dengan seorang bupati. Sampai saat ini, mantan Bupati Kebumen Buyar Winarso, masih ingat kritikan saya terkait ketidakberadaannya di Kebumen. Dan entah ketika Mas Fuad yang menjadi sasaran kritik saya, apa akan terkejut, marah atau tidak.
Seperti saat pentas Duta Seni Kebumen di Anjungan Jateng TMII Jakarta, Ahad, 3 April 2016. Kebetulan saya menyaksikan dan sempat bertemu dengan Mas Fuad juga. Tampaknya hadirin termasuk Mas Fuad dan beberapa pejabat Pemkab Kebumen yang hadir cukup puas dengan pementasan Duta Seni yang mengusung tema "Kebumen Pancen Maen". Namun keesokan harinya di koran Kebumen Ekspres muncul kritikan saya, bahwa pentas Duta Seni Kebumen berlangsung monoton. Mau tidak mau Mas Fuad jadi menanggapi di koran yang sama pada penerbitan hari berikutnya. Mungkin itu kritikan pertama yang diterimanya secara terbuka saat baru satu setengah bulan menjadi Bupati Kebumen.
Di balik itu, sebenarnya saya juga ingin "memaksa" Mas Fuad untuk mulai membuka diri dengan kalangan media masa. Saya bayangkan baru pulang dari Jakarta, mungkin masih capai, mendapati head line koran lokal mengritik acara yang dihadirinya dan sekilas sudah cukup meriah. Pastilah kemudian akan meminta bagian humas untuk menanggapi.
Di lain waktu, saat ada kesempatan bertemu lagi, saya jelaskan lebih lanjut kritik tentang pementasan Duta Seni Kebumen. Tampaknya Mas Fuad bisa menerima dan melanjutkannya ke dinas terkait. Hanya prakteknya masih saja berbeda, di tahun 2017 mestinya seksi kebudayaan mengajak DKD berkoordinasi, yang dilakukan sosialisasi rencana yang sudah 90%. Untuk meredam, Ketua Umum DKD diajak ikut tampil. Di sini kelemahannya, karena Ketua Umum DKD Sat Siswo seorang guru, tak berani menolak ajakan tersebut, karena berasal dari instansi induknya. Padahal beberapa pengurus DKD yang lain, termasuk saya sudah mengingatkan.
Seperti juga saya, pengurus DKD yang lain juga banyak berharap, kegiatan pementasan Duta Seni Kebumen, bisa digunakan untuk mengapresiasi berbagai kelompok seni tradisional yang ada di Kebumen dengan memberi kesempatan tampil di TMII. Bukan hanya menjadi kegiatan rutin sanggar binaan instansi terkait. Bayangkan ada seniman yang sudah belasan kali ikut pentas Duta Seni Kebumen. Beruntung saya bukan seniman panggung, tak punya kepentingan pribadi di balik harapan tersebut.
Di bidang lain, harus diakui beberapa terobosan Mas Fuad sebenarnya jika berjalan bisa menggerakkan roda perekonomian Kebumen. Sekadar menyebut contoh adalah gerakan Sapu Sada, satu perusahaan satu desa binaan. Bila efektif berjalan perekonomian desa mestinya bisa menggeliat. Lalu adanya kewajiban PNS untuk belanja produk lokal dengan nominal tertentu setiap bulannya. Tentu akan membantu perkembangan BUMDes yang sedang tumbuh di Kebumen. Begitu Mas Fuad ditetapkan menjadi tersangka, tak terdengar lagi gerakan ekonomi tersebut.
Tentu ada juga beberapa langkah Mas Fuad yang kadang mengabaikan prosedur, kontraversial dan berujung kontra produktif. Misalnya ketika merekrut mantan Sekda Suroso menjadi tenaga ahli. Saat banyak dikomentari, dengan enteng menjawab, "Karena saya bukan orang pemerintahan jadi butuh orang sudah berpengalaman. Duit-duitku kok sampeyan sing ribut."
Demikian juga ketika melakukan inspeksi mendadak (sidak). Saat sidak dilakukan ke berbagai dinas itu bagus. Namun ketika sidak dilakukan sampai kecamatan, saya memberi tanggapan secara pribadi, bahwa koordinasi antar kecamatan mestinya tugas pokok dan fungsi (tupoksi) Wakil Bupati. Jangan diambil alih. Mas Fuad menjawab, bahwa itu dilakukannya sebagai langkah awal yang akan ditindaklanjuti oleh Wakil Bupati.
Karena lebih banyak berada di luar Kebumen, tidak banyak yang bisa menjadi catatan saya. Meski tidak semua, paling tidak hal ini sekadar mengingatkan masyarakat Kebumen, bupati boleh berganti, tapi rintisan kebaikan dari bupati sebelumnya mesti dijaga dan dilanjutkan. Terima kasih Mas Fuad, telah ikut memberi warna perjalanan Kabupaten Kebumen.(*)
Achmad Marzoeki (Kang Juki)
Penulis adalah Pembina Dewan Kesenian Daerah (DKD) Kabupaten Kebumen.