Jika Terjadi Gempa Besar, Masyarakat Pesisir Diminta Tinggalkan Pantai Kurang dari Tiga Menit
Pemasangan papan informasi mengenai daerah rawan tsunami di Pantai Laguna Mirit. |
Hal itu dikatak Doni usai melakukan penanaman bibit mangrove dan pemasangan papan informasi terkait wilayah rawan tsunami dalam rangkaian Ekspedisi Desa Tangguh Bencana (Destana) Tsunami 2019 di Pantai Laguna Desa Lembupurwo Kecamatan Mirit, Selasa 30 Juli 2019.
"Masyarakat harus menyadari bahwa Indonesia merupakan kawasan yang sangat rentan terjadi bencana, termasuk gempa dan tsunami. Presiden dua minggu yang lalu mengatakan, sampaikan apa adanya," ujar Doni Monardo.
Menurutnya, saat ini sebagian masyarakat mungkin belum siap menghadapi potensi gempa dan tsunami. Namun sebagian lainnya dinilai telah memahami potensi gempa dan tsunami.
Doni menyampaikan rentetan bencana gempa dan tsunami yang terjadi di masa lalu. Antara lain tsunami yang terjadi 19 Agustus 1977 di Nusa Tenggara Barat (NTB), Bali dan Jawa Timur. Pada 1992 tsunami di Flores, korbannya sangat banyak. Kemudian 1994 kejadian di Banyuwangi.
"Kalau dilihat lagi, mendekati kemarin di Aceh tahun 2004, kemudian Nias, Mentawai, Enggano, Selat Sunda dan terakhir Pelabuhan Ratu," katanya.
Ia melanjutkan ribuan tahun lalu, juga pernah terjadi tsunami besar seperti di Aceh. Bahkan bencana tersebut tidak hanya terjadi sekali saja. Suatu saat akan terulang, karena alam mencari keseimbangan.
"Terjadilah gesekan, pergerakan lempeng, maka timbul pelepasan energi gempa lebih dari 8 skala richter," terang Doni.
Masyarakat yang tinggal di pesisir diminta untuk segera mencari tempat yang aman. Apabila terjadi gempa dengan skala besar dan jangka waktu yang cukup lama karena berpotensi terjadi tsunami.
Ketika ada gempa tidak semua daerah mempunyai sistem peringatan dini. Selain itu juga tidak semua masyarakat mempunyai handphone. "Masyarakat diajari kalau ada gempa besar dengan waktu relatif lama tidak usah menunggu peringatan dini," kata Doni.
Ia melanjutkan, ketika terjadi gempa besar dengan durasi lama, masyarakat diminta segera meninggalkan lokasi tersebut kurang dari tiga menit. Karena tidak semua daerah punya peringatan dini.
"Kalau yang punya peringatan dini alhamdulillah. Kalau yang tidak punya, otomatis kesadaran segera tinggalkan kurang dari tiga menit," tegasnya.
Bupati Kebumen Yazid Mahfudz, turut mendampingi Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranono dan Kepala BNPN Letjen Doni Monardo, melakukan penanaman bibit mangrove dan pemasangan papan informasi terkait wilayah rawan tsunami. Selain itu juga hadir, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dan Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN) Bambang Prasetya.
Sementara itu, rombongan Tim Ekspedisi Desa Tangguh Bencana (Destana) Tsunami 2019 Regional Jawa tiba di Kabupaten Kebumen, Selasa (30/7) sekitar pukul 08.00 WIB. Penyerahan Pataka dari Kabupaten Purworejo dilakukan di Jembatan Sungai Wawar Desa Wiromartan Kecamatan Mirit.
Tim yang terdiri dari 80 dari pusat, 75 dari provinsi dan 45 dari kabupaten melakukan ekspedisi di Kabupaten Kebumen pada 30-31 Juli 2019. Selanjutnya, rombongan singgah di Lapangan Ambalresmi Kecamatan Ambal.
Berbagai kegiatan digelar selama dua hari. Diantaranya, sosialisasi Kebencanaan bagi pemangku wilayah di lapangan Ambalresmi. Ekpedisi Go to School di SMP Negeri 1 Ambal dan SMK Negeri 1 Ambal dan Sosialisasi Kebencanaan di Pasar Buluspesantren.
Kemudian, penanaman mangrove di Pantai Laguna Lembupurwo, sarasehan kebencanaan di lapangan Ambalresmi, penyerahan Pataka dari titik 1 Ambal ke titik 2 Puring.
Dilanjutkan, sosialisasi kebencanaan bagi pemangku wilayah di Pendopo Kecamatan Puring, bagi masyarakat di Pantai Suwuk. Selanjutnya, ekspedisi go to School ke SMP 1 Puring dan SMK Pelayaran dan sarasehan di Pendopo Kecamatan Puring. Hingga penyerahan pataka ke BPBD Cilacap di perbatasan Kebumen-Cilacap.(*)