Kewajiban Menjelaskan Keadaan Sebenarnya
Oleh: Kang Juki
Kang Juki |
Hal ini didasari firman Allah SWT dalam surat Al Hujurat ayat 12,
_"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang."_
Juga ada banyak hadis shahih yang meminta umat Islam agar menjauhi buruk sangka. Salah satunya berasal dari Abu Hurairah ra,
_"Jauhilah oleh kalian buruk sangka, sebab buruk sangka adalah sejelek-jelek perkataan. Jangan saling mencari tahu (aib orang lain) dan jangan saling memata-matai."_ (HR Abu Daud no. 44271 dishahihkan oleh Muhammad Nashiruddin Al Albani).
Ajaran Islam mengajak untuk mencegah kemungkaran (melanggar larangan Allah SWT). Karena itu harus ada langkah kongkret yang membuat orang tidak mudah suudzon, yakni dengan memberi informasi yang memadai bagi yang memerlukan.
Dalam sebuah perkumpulan misalnya, laporan keuangan disampaikan secara berkala. Agar anggota tidak ada yang suudzon dana perkumpulan digunakan untuk kepentingan pribadi.
Al Quran mencontohkan bagaimana mestinya pemberian penjelasan diberikan terhadap orang yang keliru menilai tindakan orang lain. Peristiwa ini diabadikan dalam surat Al Kahfi ayat 60-82 yang mengisahkan perjalanan Nabi Musa as dengan seorang hamba Allah yang alim (umumnya ulama menyebutnya Khidir).
Sebelumnya Nabi Musa as sudah diingatkan agar bersabar untuk tidak mengomentari perbuatan yang dilakukan Khidir, karena nanti akan diberi penjelasan. Namun Nabi Musa tidak sabar untuk tidak berkomentar terhadap tiga perbuatan yang dilakukan Khidir, yang dianggapnya merupakan kesalahan.
Pertama, Khidir melubangi perahu yang membawa mereka bersama penumpang lain. Nabi Musa menegur Khidir, khawatir lubang itu bisa menenggelamkan kapal dan menewaskan para penumpangnya.
Kedua, Khidir mendadak membunuh seorang anak yang ditemuinya di jalan. Nabi Musa menegur karena tidak tahu kesalahan yang dilakukan anak tersebut.
Ketiga, Khidir tidak mau meminta upah setelah bekerja membetulkan dinding rumah yang hampir roboh. Padahal mereka tengah kelaparan dan tak ada satupun penduduk yang bersedia menjamu mereka.
Sepintas teguran Nabi Musa itu benar, Khidir telah bertindak keliru. Namun setelah Khidir memberi penjelasan atas tindakan tersebut, Nabi Musa menyadari dirinya yang keliru, tergesa-gesa menilai sebelum memiliki cukup informasi terkait tindakan Khidir tersebut.
Penjelasan Khidir, perahu hanya dilubangi sedikit agar nampak ada cacatnya. Karena di pelabuhan tempat perahu hendak merapat, penguasanya gemar merampas perahu-perahu yang terlihat bagus.
Dengan sedikit lubang tersebut diharapkan Khidir bisa membuat sang penguasa tak tertarik merampasnya. Pemilik perahu juga dengan mudah bisa memperbaiki kembali, kerusakan yang tak seberapa itu.
Adapun anak yang dibunuh Khidir adalah putra pasangan suami istri (pasutri) mukmin, yang dikhawatirkan mendorong kedua orang tuanya pada kesesatan dan kekafiran. Khidir berharap selanjutnya Allah SWT memberikan anak yang shaleh kepada pasutri tersebut.
Sedangkan dinding rumah yang hampir roboh adalah milik dua anak yatim yang di bawahnya ada harta benda. Orang tuanya merupakan orang yang shaleh. Kedua anak yatim tersebut diharapkan bisa memanfaatkan peninggalan orang tuanya setelah dewasa.
Merujuk kisah Nabi Musa dan Khidir tersebut, merupakan kewajiban bagi orang yang melakukan suatu tindakan untuk memberikan penjelasan kepada orang lain. Khususnya apabila berpotensi menimbulkan salah persepsi.
Mengatakan, "Jangan suudzon," tanpa ada penjelasan terhadap obyek suudzon, sama saja hanya memanfaatkan ajaran Islam untuk membela diri demi kepentingan pribadi. Yang perlu diingat, tanpa memberikan penjelasan yang memadai, mengatakan, "Jangan suudzon," itu juga sebuah suudzon?
Suudzon bahwa orang lain telah berbuat suudzon, padahal orang lain tentunya mendasarkan penilaian pada sejumlah fakta dan data yang diketahuinya. Wallahu a'lam bish-shawab.(*)
Kang Juki, Penulis adalah jamaah Masjid Agung Kauman, Kebumen.