Peran Ganda BUMDesa
Oleh: Agus Khanif
Agus Khanif |
Begitu pun dengan BUM Desa (Badan Usaha Milik Desa). Sebagai mana layaknya badan usaha, maka dalam menjalankan bisnisnya BUM Desa juga harus untung dan tidak boleh rugi.
Walau pun dalam BUM Desa tidak berlaku prinsip “Business is Business”, di mana keuntungan besar menjadi hal paling penting yang dijadikan bahan pertimbangan utama. Tidak !.
Sebab BUM Desa adalah badan usaha yang berperan ganda, bukan pure business. Di satu sisi mencari keuntungan, namun di sisi lain punya tugas pemberdayaan masyarakat.
Maka dasar pertimbangannya bukan berapa besar keuntungan yang harus diperoleh, tapi besarnya manfaat bagi masyarakat desa. Setidaknya, masyarakat desa bisa menjadi lebih berdaya setelah bermitra dengan BUM Desa.
Ruh BUM Desa
Praktek bisnis model BUM Desa ini di dalam terminologi jawa bisa dijelaskan dalam ungkapan "Tuna Satak, Bathi Sanak".
Tak mengapa untungnya sedikit, bahkan sangat tipis, asalkan persahabatannya jadi tambah banyak dan berkelanjutan. Toh, walau untungnya sedikit, tapi karena volume yang diperdagangkan besar dan perputarannya cepat serta berjangka panjang, maka hasilnya pun jadi besar dan berkelanjutan.
Social Enterprise, Berbisnis dengan Semangat Sosial inilah yang mestinya menjadi ruh BUM Desa. Bukan semata-mata fokus pada
keuntungan, apalagi mengedepankan keuntungan besar, namun lebih memperhatikan faktor sosial dan pemberdayaan masyarakat.
Maka tak ada artinya BUM Desa menjadi menjadi besar, asetnya bertambah banyak, bidang usahanya bermacam-macam, bila masyarakatnya hanya jadi penonton. BUM Desa mestinya bisa menjadi jembatan masyarakat supaya terjadi kebersamaan dalam kemakmuran dan kesejahteraan.
BUM Desa dan Kemiskinan
BUM Desa ini, di dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa memang digadang-gadang menjadi tulang punggung lembaga ekonomi desa yang mampu mensejahterakan masyarakat, dan mengurangi tingginya angka kemiskinan di pedesaan.
Desa harus berdaya secara ekonomi. Mengapa ? Karena salah satu yang paling dominan untuk bisa terwujudnya Desa Mandiri adalah sektor ekonomi.
Sedangkan di sektor ekonomi ini masih banyak masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada September 2019 mencatat, jumlah penduduk miskin sebesar 24,79 juta orang. Dari jumlah tersebut sebanyak 9,86 juta orang berada di perkotaan, sedangkan 14,93 juta orang berada di pedesaan.
Potret kemiskinan itu sangat kontras. Sebab ada sebagian kecil warga masyarakat hidup dalam kelimpahan, sementara sebagian besar lainnya hidup serba kekurangan. Disparitasnya begitu mencolok antara pedesaan dan perkotaan.
Tingkat kesenjangan yang menganga tersebut tentu cukup membahayakan, dan potensial menimbulkan berbagai persoalan sosial di masyarakat. Sebab, wong nek ngelih pikirane gampang ngalih. Orang kalau lapar dan kekurangan itu gampang terprovokasi. Mudah melakukan tindak kekerasan, pencurian, perampokan dan berbagai tindak kriminal lainnya.
Kondisi ini tumbuh menyakitkan lagi bila mereka yang berpenghasilan rendah secara ekonomi juga rendah dalam pendidikan, kesehatan, serta kekuasaan. Sebab substansi dari kesenjangan adalah ketidakmerataan akses terhadap sumber daya, terutama sumber daya ekonomi.
Salah satu upaya untuk mengentaskan kemiskinan, mengurangi kesenjangan, dan mewujudkan kemandirian desa sesuai amanat UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yaitu dengan mendirikan BUM Desa.
Sekarang sudah berdiri sekitar 42.000 BUM Desa di seluruh Indonesia. Apakah natinya bisa mengurangi angka kemiskinan secara signifikan ? Wallahu a’lam. Semoga demikian.(*)
Agus Khanif, Anggota Dewan Presidium FORMASI (Forum Masyarakat Sipil) Kabupaten Kebumen