Masih Ada Tempat Bagi Mafia Proyek di Kebumen - ini kebumen | Media Rujukan Kebumen

Masih Ada Tempat Bagi Mafia Proyek di Kebumen

Oleh: Kang Juki

Masih Ada Tempat Bagi Mafia Proyek di Kebumen
Ilustrasi
INI Kebumen - DIAWAL pemerintahan pasangan Bupati M Yahya Fuad dan Wakil Bupati Yazid Mahfudz, dikumandangkan slogan "No Upeti No Korupsi". 

Namun belum genap setahun pasangan tersebut memimpin Kebumen, usai dilantik 17 Februari 2016, datanglah peristiwa mengejutkan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Kebumen, 15 Oktober 2016. 

Kasusnya ijon proyek, alias suap untuk bisa mendapatkan proyek. Kelanjutan OTT KPK semua orang sudah tahu, sampai bermuara pada Pemilihan Bupati (Pilbup) Kebumen tahun 2020 yang hanya diikuti pasangan calon (paslon) tunggal.

Yang mungkin belum semua orang tahu, Pemkab Kebumen sudah mengadakan tender secara elektronik sejak 2010. Bisa dicek pada laman LPSE Kabupaten Kebumen. 

Artinya sudah selama 10 tahun lebih, proses tender berlangsung tanpa peserta perlu bertemu secara fisik dengan petugas atau kelompok kerja (pokja) Unit Layanan Pengadaan (ULP) selaku penyelenggara tender.

Realitanya KPK masih bisa mengendus ada kasus ijon proyek di Kebumen sehingga kemudian melakukan OTT. Kesimpulannya, meski tender dilakukan secara elektronik, terbuka dan transparan, ternyata masih ada pihak-pihak yang bisa mengatur pemenangnya. 

Sehingga ULP hanya secara formalitas saja menyelenggarakan tender secara elektronik, karena siapa pemenangnya sudah diatur sebelum diumumkan. 

Siapa yang mengatur? Itulah yang untuk gampangnya kita sebut saja dengan mafia. Jangan menyamakan mafia di sini dengan yang dipahami tentang mafia di Italia. 

Tidak juga dengan makna mafia versi Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yang lebih menekankan pada persekongkolan aparat penegak hukum.

Mafia di sini cukuplah didefinisikan sebagai "pihak yang mampu memutuskan masalah di luar kewenangannya". Terhadap keputusan tersebut, pihak yang semestinya berwenang justru mau tidak mau harus menyetujui dan mengikutinya. 

Sehingga yang dimaksud mafia proyek mestinya pihak yang bisa memutuskan pelaksana proyek, meski bukan bagian dari Unit Layanan Pengadaan (ULP). 

ULP terlepas dari bisa atau tidak menjalankan prosedur dengan benar, mau tidak mau harus menyetujui dan mengikuti keputusan tentang pelaksana proyek tersebut.

Apa bisa begitu? Bukan cuma bisa, tapi gampang. Begitu APBD disahkan, apalagi segera diikuti penayangan Rencana Umum Pengadaan (RUP), sudah bisa diketahui pekerjaan apa saja yang bakal ditenderkan.

Di setiap daerah, dalam setiap kurun waktu tertentu pasti ada kontraktor yang secara non formal menjadi leader bagi para koleganya. Dari situ pengaturan siapa dapat proyek apa bisa dimulai dengan atau tanpa melibatkan ULP. 

Jadi jangan keliru menganggap ULP pasti terlibat dalam pengaturan pemenang proyek. ULP hanya mengevaluasi berdasarkan dokumen yang masuk. 

Bila peserta tender, selain yang sudah disepakati akan jadi pemenang, dengan sengaja memasukkan dokumen yang tidak lengkap, ULP dengan sendirinya akan menetapkan pemenang yang sama dengan kesepakatan peserta. 

Menjadi tidak gampang bila tidak semua kontraktor sepakat dengan pembagian proyek. Atau ada kontraktor yang ingin mendapatkan sebanyak mungkin proyek, sehingga setiap tender yang diikuti dokumen dikirim lengkap. Itu sekadar contoh bagaimana mafia proyek beraksi.

Jadi terasa lucu ketika Bupati Kebumen Arif Sugiyanto dengan gagahnya menyatakan, "Tidak ada tempat untuk mafia proyek". Pernyataan yang langsung menjadi head line di salah satu media lokal Kebumen.

Boleh saja dengan yakinnya membuat pernyataan seperti itu jika sudah melakukan langkah kongkret untuk mengantisipasi keberadaan mafia proyek. 

Apa kebijakan yang sudah diambil Pemkab Kebumen di bawah kepemimpinannya, untuk mencegah adanya mafia proyek yang bisa mengatur pemenang tender? Kalau hanya bermodalkan LPSE, tentu saja sangat tidak cukup. 

LPSE bukan kebijakan Pemkab Kebumen, tapi diberlakukan secara nasional. Di Kebumen, transparansi dan keterbukaan tender elektronik melalui LPSE terbukti masih bisa disiasati mafia proyek. Itu yang ditemukan KPK tahun 2016. 

Bupati Kebumen juga perlu memperluas wawasannya tentang internal kelembagaan Pemkab Kebumen. Tidak harus mengundang KPK kalau benar-benar mau menghilangkan mafia proyek di Kebumen. 

Bukankah ada Inspektorat sebagai institusi pengawas internal di lingkungan Pemkab Kebumen. Tinggal ditingkatkan kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia yang ada di Inspektorat Kebumen.

Mafia proyek tak perlu sampai KPK, bila Inspektorat dioptimalkan fungsinya. Kalau semuanya harus sampai penyidik KPK atau penyidik lembaga lain itu sifatnya sudah penindakan.  

Lalu apa gunanya ada Inspektorat. Di sini Bupati Kebumen perlu mengetahui kemampuan Inspektorat Kebumen dalam menangani suatu masalah.

Sekadar informasi, laporan istri saya tentang perilaku salah seorang ASN Pemkab Kebumen yang disampaikan pada 26 Januari 2021 ke Inspektorat, sampai saat ini belum ditindaklanjuti. Setiap dikonfirmasi jawabannya masih dicek, entah dicek ke mana.

Dengan kinerja Inspektorat masih seperti itu, tentu saja belum bisa diharapkan untuk mengantisipasi keberadaan mafia proyek. Karena itu berbeda dengan Bupati Kebumen, saya malah yakin, "Masih ada tempat bagi mafia proyek di Kebumen". 

Bagaimanapun meski semua sudah ada aturannya, semua juga masih memberi ruang bagi adanya mafia.(*)

Penulis adalah mantan praktisi pengadaan barang/jasa pemerintah.

Powered by Blogger.
}); })(jQuery); //]]>