Wisata Warisan Sejarah Kebumen Tanpa Dua Masjid Bersejarah - ini kebumen | Media Rujukan Kebumen

Wisata Warisan Sejarah Kebumen Tanpa Dua Masjid Bersejarah

Oleh: Kang Juki

Wisata Warisan Sejarah Kebumen Tanpa Dua Masjid Bersejarah
Masjid Darussalam Kelurahan Kebumen
INI Kebumen - JIKA  Heritage on Wheels Kebumen diselenggarakan oleh Milangkori Tour, meski didukung Pemkab Kebumen, tampaknya tidak ada yang perlu dikritisi. 

Setiap penyelenggara perjalanan wisata punya kebebasan, membuat paket wisata dengan sejumlah obyek wisata yang dikunjunginya.

Tapi Heritage on Wheels Kebumen yang dilaunching Bupati Kebumen Sabtu, 2 Oktober 2021 lalu, dalam pemberitaan media terkesan sebagai program Pemkab Kebumen. Rasa penasaran seketika bergejolak.

Bupati Kebumen mestinya jujur dan mau mengapresiasi gagasan warga yang berpartisipasi secara kreatif dalam mengembangkan wisata Kebumen. Tapi sambutan Bupati Kebumen yang dirilis media sama sekali tidak menyinggung Milangkori Tour sebagai penggagas dan penyelenggara, apalagi memberikan apresiasinya.

Bupati Kebumen justru terkesan melakukan claim de facto terhadap penyelenggaraan Heritage on Wheels Kebumen. Memposisikan paket wisata tersebut sebagai salah satu indikator kesungguhannya menjadikan Kebumen sebagai Kota Wisata.

Sayangnya Bupati Kebumen malah jadi tampak tidak paham sejarah Kabupaten Kebumen. Paket wisata sejarah yang dilaunching mengunjungi Gereja Kristen Jawa (GKJ) dan Klentheng Kong Hwie Kiong, tanpa mengunjungi masjid bersejarah.

Padahal setidaknya ada dua masjid bersejarah jika dikaitkan dengan Pemerintahan Kabupaten Kebumen. Pertama, Masjid Darussalam yang berada di Kelurahan Kebumen. 

Kedua Masjid Agung Kauman, meski masuk wilayah Desa Kutosari, berada di barat alun-alun, berdekatan dengan Rumah Dinas Bupati Kebumen, di sebelah utara alun-alun.

Keberadaan Masjid Darussalam menjadi peninggalan Kabupaten Panjer, dengan Bupati Kolopaking IV yang merupakan pendukung Pangeran Diponegoro. Sebagaimana diketahui, setelah berakhirnya Perang Diponegoro (1825-1830) berlanjut dengan penunjukkan Aroengbinang IV sebagai Bupati Panjer yang didukung Belanda.

Hal ini memunculkan pergolakan fisik antara pendukung kedua bupati dari trah yang berbeda. Masjid Darussalam menjadi tempat berkumpulnya pendukung Kolopaking IV berlatih olah kanuragan dan mengatur strategi.

Bangunan awal Masjid Darussalam sendiri konon dirintis sejak masa Ki Singapatra (1570-1659) menjadi penguasa Panjer.

Setelah pergolakan berakhir dengan kemenangan kubu Aroengbinang IV, Masjid Darussalam difungsikan murni sebagai masjid sampai sekarang.

Sementara Masjid Agung Kauman didirikan di masa awal pemerintahan Bupati Aroengbinang IV, sekitar 1832. Pendirinya Kyai Imanadi yang merupakan salah satu pendukung Kolopaking IV. 

Usai pergolakan Kyai Imanadi sempat ditangkap dan ditahan Belanda. Konon Aroengbinang IV kemudian mendapat wangsit kalau pemerintahannya ingin langgeng agar bekerja sama dengan Kyai Imanadi. 

Maka Kyai Imanadi kemudian dibebaskan dan diberi tanah di barat alun-alun. Dibantu Zaenal Abidin, sebagian tanah tersebut kemudian digunakan untuk mendirikan masjid, cikal bakal Masjid Agung Kauman, Kebumen.

Bangunan-bangunan boleh berubah, tapi sebagai tempat bersejarah tak akan berubah. Kalau hendak membuat wisata sejarah terkait pemerintahan di Kabupaten Kebumen, tentu harus merujuk sejarah Kebumen juga. Lain halnya jika sekadar wisata sejarah tentang gedung-gedung kuno di kota Kebumen.

Demikian juga dari sisi penyelenggaranya. Jika yang menyelenggarakan komunitas atau biro perjalanan wisata seperti Milangkori Tour, bebas saja memilih obyek yang dianggap menarik. Tapi jika wisata sejarah melekatkan label Pemkab Kebumen, mestinya merujuk pada sejarah Kebumen juga.

Ini menjadi catatan penting bagi Bupati Kebumen, agar tidak gegabah mengadopsi gagasan pribadi atau komunitas menjadi program Pemkab Kebumen.(*)

Penulis adalah salah satu canggah (turunan ke-4) Zaenal Abidin.

Powered by Blogger.
}); })(jQuery); //]]>