Berbagi Pengalaman, Siti Atikoh Ingatkan Pentingnya Kesehatan Mental Ibu Melahirkan
Siti Atikoh saat mengikuti Webinar Kesehatan Jiwa Maternal di Era Pandemi COVID-19. (Foto : Vivi /Humas Jateng) |
Hal itu disampaikan pada Webinar Kesehatan Jiwa Maternal di Era Pandemi COVID-19, ‘ Post Partum Depression, Let's Talk’ yang diselenggarakan RSJD Surakarta, Rabu 24 Juni 2020.
Pada kesempatan itu Atikoh berbagi pengalaman saat hamil dan melahirkan anak semata wayangnya Muhammad Zinedine Alam Ganjar. Memiliki kista di rahimnya, Atikoh bercerita bahwa ia selalu merasa was was akan kehamilannya hingga sangat berhati-hati dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
Kondisi itu pun terbawa hingga putranya lahir. Hingga 40 hari, Atikoh tak berani memandikan dan membopong anaknya. Semua dilakukan dengan bantuan suaminya, Ganjar Pranowo, yang saat itu tengah cuti. Namun, begitu suaminya kembali ke Jakarta, ketakutan kembali menghantui.
"Setiap 15 menit saya bangun untuk mengecek apakah anak saya masih bernapas. Beruntung, ada budhe yang membantu dan menasihati bahwa anak adalah amanah, titipan Tuhan, bukan properti atau harta kita. Jadi, kita serahkan pada Tuhan. Baru setelah itu rasa panik berkurang. Alhamdulillah, Mas Ganjar dan keluarga mendukung," urainya.
Dengan pengalamannya, Atikoh mengajak masyarakat untuk tidak abai terhadap kesehatan mental ibu melahirkan, khususnya keluarga terdekat yang mesti memberi dukungan. Bagaimana pun, depresi pada ibu hamil maupun melahirkan bisa terjadi pada siapa saja, dan dapat berdampak serius pada kehidupan rumah tangga.
Untuk menekan kekhawatiran, termasuk pada masa pandemi Covid-19, Atikoh juga berpesan agar ibu hamil maupun melahirkan mengkonsumsi berita-berita positif dan membatasi akses medsos. Arahkan kegiatan yang menyenangkan, seperti berkebun atau membuat kerajinan.
"Kami di PKK juga biasanya menyelipkan materi kesehatan mental ibu saat pertemuan, kalau sekarang ya lewat daring. Selain itu, kami juga memaksimalkan program ‘ Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng’, untuk memonitor kesehatan fisik dan mental ibu hamil," jelas Atikoh.
Akademisi dan praktisi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Nalini Muhdi yang juga salah satu pembicara tak menampik jika depresi setelah melahirkan terjadi pada banyak perempuan. Bahkan beberapa di antaranya tak menyadari jika dirinya depresi.
Penyebab depresi pascamelahirkan ada dua hal, pertama dipengaruhi biologis, perubahan hormon estrogen yang cepat dan stres fisik usai melahirkan. Berikutnya, adalah adanya mitos seperti, menjadi orang tua itu alamiah, tak perlu dipelajari dan ibu harus menjadi pengasuh satu-satunya bagi anak. Padahal menurutnya menjadi ibu itu butuh waktu dan proses.
Konsultan Rumah Sakit Dr Soetomo Surabaya ini mengatakan satu dari tujuh perempuan mengalami post natal depression, sedangkan baby blues syndrom dialami sekitar 80 persen orang yang melahirkan sampai 14 hari setelahnya.
Ia mengatakan, pentingnya dukungan dari lingkungan sekitar seperti keluarga dan kelompok untuk mengatasi hal itu.
“Untuk menanganinya ada beberapa cara, seperti menyediakan waktu untuk diri sendiri. Kemudian, kalau bisa ada yang ikut mengasuh bayi dari orang tua kandung, lantas bisa berkonsultasi dengan psikoterapi. Dan yang harus diingat, jangan mimpi bisa jadi superwoman," terangnya.
Nalini berharap, Provinsi Jawa Tengah melakukan langkah progresif terhadap kesehatan mental ibu hamil dan melahirkan. Itu dapat dilakukan dengan memberi pembekalan kesehatan jiwa, bagi perempuan melalui kegiatan PKK dan Posyandu.(*)