Bagaimana Berbuat Baik Kepada Orang Tua Model Bu Tejo? - ini kebumen | Media Rujukan Kebumen

Bagaimana Berbuat Baik Kepada Orang Tua Model Bu Tejo?

 Oleh: Kang Juki

Bagaimana Berbuat Baik Kepada Orang Tua Model Bu Tejo?
Kang Juki
INI Kebumen - SUDAH melihat film pendek "Tilik" yang viral di youtube? Salah satu yang menarik dalam film berdurasi sekitar 32 menit itu adalah Bu Tejo yang digambarkan sebagai biang gosip (bigos). 

Gemar membicarakan orang lain dan utamanya kejelekan orang, walaupun hanya berdasarkan sumber informasi yang tidak valid. 

Dalam keseharian, agaknya tidak susah untuk menemukan figur seperti Bu Tejo. Seakan memiliki otoritas untuk memberi penilaian tentang seseorang. 

Sehingga orang sebaik apapun, bisa berubah menjadi jelek sekali dalam pandangan orang tipe Bu Tejo. Bukan tidak mungkin bila figur seperti Bu Tejo bisa didapati dalam rumah kita, entah itu nenek, ibu, kakak, adik, anak atau keponakan.

Dari berbagai kemungkinan itu, yang pasti bisa jadi masalah besar adalah bila figur seperti Bu Tejo adalah ibu kita sendiri. Mengapa? Karena Allah SWT mewajibkan umat Islam untuk selalu berbuat baik terhadap ibu khususnya dan orang tua pada umumnya.

Dalam beberapa ayat Al Quran, berbuat baik kepada orang tua malah disebutkan berurutan dengan perintah berbakti kepada Allah SWT. Semisal dalam surat Al Isra ayat 23 disebutkan, 

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan 'ah' dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia."

Selain itu dalam surat Lukman ayat 14 disebutkan,  "Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.

Pesan untuk berbuat baik kepada orang tua juga disampaikan dalam banyak hadis. Salah satunya berasal dari sahabat Ibnu Mas'ud ra, yang mengisahkan bahwa dirinya pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, amalan apakah yang paling mulia?" 

Beliau menjawab, "Shalat tepat pada waktunya." 

Aku bertanya lagi, "Kemudian apakah lagi wahai Rasulullah?" 

Beliau menjawab, "Kemudian berbakti kepada kedua orang tua." 

Aku bertanya lagi, "Apa lagi wahai Rasulullah?" 

Beliau menjawab, "Kemudian berjihad di jalan Allah." 

Lalu Rasulullah SAW diam, sekiranya aku bertanya lagi, niscaya beliau akan menjawabnya. (HR Tirmidzi no. 158 dan 1820, dishahihkan Muhammad Nashiruddin Al Albani).

Bentuk dari perbuatan baik kepada orang tua, agaknya perlu pembahasan lebih mendalam. Karena larangan yang disebutkan secara gamblang dalam Al Quran hanya pada masalah cara berkata-kata. Sementara kisah yang populer tentang anak yang tidak berbakti kepada orang tua di masa Rasulullah SAW, yakni Alqamah, lebih pada persoalan materi. 

Memberikan sesuatu kepada ibunya dengan kualitas yang lebih buruk dibanding kepada istrinya. Atau saat ibunya membutuhkan bantuan keuangan sama sekali tidak mau membantu. Padahal persoalan kehidupan dan pergaulan dengan kedua orang tua demikian kompleks, tak sekadar berkata-kata dan bantuan keuangan.

Lalu bagaimana wujud berbuat baik kepada orang tua, khususnya ibu dengan figur seperti Bu Tejo? Di satu sisi gosip atau ghibah sudah menjadi menu kegiatan rutinnya. Di sisi lain dalam ajaran Islam, ghibah merupakan perbuatan tercela yang sebaiknya ditinggalkan.

Umumnya persoalan anak dengan orang tua yang sudah berusia renta memang lebih sering terjadi dengan ibu. Karena bapak biasanya sudah lebih dulu meninggal. Keadaan tidak memiliki pasangan inilah yang membuat kondisi kejiwaan seseorang berubah. 

Karena itu sebaiknya bagi orang tua yang sudah ditinggal mati pasangannya perlu difasilitasi untuk menikah lagi. Pernikahan tentu tidak semata-mata untuk memberi sarana penyaluran kebutuhan biologis, tapi juga menyeimbangkan kondisi psikologis. Sehingga hidup bisa lebih tenang dan beribadah jauh lebih khusuk.

Perlu diketahui, bahwa hanya janda dari Nabi Muhammad SAW yang tidak boleh dinikahi, sedangkan janda lainnya tidak ada larangan untuk dinikahi. Larangan menikahi janda Nabi Muhammad SAW ditegaskan Allah SWT pada surat Al Ahzab di ujung ayat 53, 

"... Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteri-isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah."

Apabila tidak menikah lagi, karena posisi perempuan umumnya lebih pada menunggu untuk dipinang, maka seorang janda yang sudah lanjut usia, apalagi dengan karakter seperti Bu Tejo, perlu ada yang mendampinginya. Agar setiap kali terjerumus pada pembicaraan yang bersifat ghibah segera diingatkan.

Yang perlu diingat, dengan figur seperti Bu Tejo, maka anak-anaknya harus kompak untuk senantiasa mengingatkan. Karena sudah tentu, dengan cara sehalus apapun, ketika orang tua diingatkan tentang keburukan perilakunya, akan menunjukkan ketidaksenangannya. Dari situ bisa berkembang penilaian negatifnya terhadap anak yang mengingatkannya.

Akan timbul konflik serius ketika ada anaknya yang malah memanfaatkan karakter Bu Tejo untuk menyingkirkan saudara lainnya. Cukup sekali saja ucapannya dimanfaatkan salah satu anaknya, bisa berakibat fatal. Bagaimanapun sebagai ibu, posisinya akan dijadikan legitimasi dalam menilai anak-anaknya.

Bagi yang masih memiliki orang tua, baik bapak atau ibu, coba perhatikan kembali keduanya. Karakter seperti Bu Tejo, bisa juga dimiliki laki-laki. Kalau orang tua menampakkan kecenderung memiliki sifat seperti itu, perlu ada yang bergantian mendampingi. 

Merawat orang tua di masa tuanya, bukan sekadar membantu pemenuhan kebutuhan fisik dan biologis semata. Tapi juga membantunya mempersiapkan diri agar bisa mendapatkan husnul khatimah. Kalau orang tua hanya ditemani pembantu, siapa yang akan mengontrol perilakunya? Pembantu tentu tak akan berani mengingatkan saat majikan menyalurkan hobi yang kurang baik.

Berbuat baik kepada orang tua, tidak sama dengan membenarkan semua tindakannya. Jika kita tahu, orang tua masih memiliki kebiasaan buruk yang jelas merupakan perbuatan dosa, tentu harus ada yang berusaha mengingatkannya. Inilah salah satu cara anak membalas orang tua yang sudah mendidiknya sewaktu kecil.

Jadi, jangan merasa telah tuntas berbuat baik kepada orang tua, hanya karena orang tua sudah tinggal di rumah yang nyaman dengan beberapa orang pembantu. Kita mendatanginya saat lebaran atau liburan, berfoto bersama, diunggah di media sosial (medsos), sehingga kita dicitrakan sebagai anak yang berbakti kepada orang tua. Wallahu a'lam bish-shawab(*)

Kang Juki

Penulis adalah jamaah Masjid Agung Kauman, Kebumen.

Powered by Blogger.
}); })(jQuery); //]]>