Kotak Kosong Mengembalikan Demokrasi ke Jalan yang Benar - ini kebumen | Media Rujukan Kebumen

Kotak Kosong Mengembalikan Demokrasi ke Jalan yang Benar

Oleh: Kang Juki

Kotak Kosong Mengembalikan Demokrasi ke Jalan yang Benar
Salah satu banner kotak kosong
INI Kebumen - PADA  masa awal reformasi salah satu kalimat yang sering dikutip Amien Rais adalah, “Power tends to corrupt. Absolute power currupts absolutely.” (Kekuasaan itu cenderung korup. Kekuasaan absolut korup seratus persen). 

Kalimat tersebut berasal dari sejarawan moralis Inggris, John Emerich Edward Dalberg Acton yang kemudian dikenal dengan Lord Acton (1833-1902).

Ungkapan tersebut terus menemukan buktinya di masa reformasi. Meski penguasa, baik di tingkat nasional maupun lokal sudah silih berganti, praktek korupsi yang melibatkan orang dalam lingkaran penguasa terus terjadi. 

Tak peduli, dari partai mana penguasa itu berasal, termasuk partai yang didirikan Amien Rais. Faktanya baik partai berbasis nasionalis maupun religius, ketika kadernya berhasil menjadi penguasa, memiliki kecenderungan sama, korupsi.

Tentu belum hilang dari ingatan, iklan partai yang tengah berkuasa diplesetkan bunyinya mengikuti realita. Aslinya berbunyi, "Katakan tidak pada korupsi," diplesetkan menjadi, "Katakan tidak padahal korupsi."

Bahkan partai yang mengusung semangat restorasi, elitenya ada yang harus tersungkur juga, terjerat kasus korupsi. Tak ada lagi partai, yang bersih dari kader-kader korup.

Mahalnya biaya politik dijadikan pembenaran untuk membuat praktek korupsi oleh penguasa merupakan hal yang wajar. Sehingga koruptor yang tertangkap hanya disebut bernasib sial. 

Tak mengherankan pula, ketika di Kebumen dilakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), 15 Oktober 2016, ada yang menyebutnya sebagai luka pasca Pilbup 2015. Bukan sebagai langkah yang sejalan dengan jargon paslon pemenangnya, "No Upeti, No Korupsi".

Orang yang terluka dan sakit parah tapi masih ingin sembuh, sangat mungkin kehilangan rasionalitas. Lantas dengan mudahnya bisa terpukau oleh sesuatu yang dibuat seolah-olah bisa menjadi obat mujarab. Dan dalam Pilbup 2020, yang dikira obat mujarab itu adalah pasangan calon (paslon) tunggal.

Logika apa yang bisa digunakan untuk menjelaskan bahwa paslon tunggal dalam Pilbup Kebumen adalah solusi bagi persoalan Kebumen sekarang? 

Apalagi yang menjadi paslon tunggal adalah figur yang memiliki resistensi tinggi, jangankan di tengah masyarakat, bahkan di lingkungan partai asal mereka sendiri.

Indikator paling sederhana, meski 9 partai pemilik kursi DPRD Kabupaten Kebumen sepakat dengan paslon tunggal, tak semua kader kesembilan partai setuju. Bahkan yang tidak setuju, tak sedikit kemudian aktif memberikan perlawanan dengan berupaya memenangkan kotak kosong.

Pemilihan apapun sebagai praktek penyelenggaraan demokrasi bertujuan menghasilkan pilihan terbaik, yang memenuhi syarat administrasi dan kualitas. 

Sayangnya di Indonesia, produk administrasi seringkali melebihi kualitas foto hasil editan, "lebih indah dari aslinya". Seperti riwayat hidup misalnya, kekurangannya disamarkan, yang biasa-biasa saja dikesankan luar biasa. Jadilah riwayat hidup orang biasa seperti pahlawan yang layak dielu-elukan.

Dalam konteks pilbup, syarat administrasi lainnya adalah rekomendasi partai pengusung. Sampai saat ini, rekomendasi partai pengusung masih merupakan misteri. Lebih dominan sebagai hasil lobi, bukan karena unjuk prestasi. 

Sehingga paslon tunggal yang berhasil memborong rekomemdasi semua partai yang berhak mengusung tak bisa disebut berprestasi. Sebaliknya lebih menampakkan ketakutannya untuk berkompetisi.

Sehingga pimpinan-pimpinan partai yang bersepakat mengusung paslon tunggal tak bisa lagi disebut sebagai pilar demokrasi. Mereka malah menggiring pada terpusatnya kekuasaan hanya pada satu figur saja. Jika demikian, bagaimana mungkin berharap paslon tunggal merupakan pilihan terbaik?

Meski tidak dilarang peraturan perundang-undangan, paslon tunggal berusaha dihindari dengan beberapa aturan berlapis.

Dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 1 Tahun 2015, masalah calon tunggal diatur dalam Pasal 54C dan 54D. Pada pasal 54 C diatur perpanjangan masa pendaftaran apabila hanya ada satu paslon yang mendaftar. 

Bila tetap hanya ada satu paslon maka surat suara dibuat dua kolom, satu kolom memuat foto paslon dan satu kolom lainnya kosong. Sementara pasal 54D menetapkan paslon tunggal terpilih apabila mampu meraih suara lebih dari 50% dari suara sah.

Substansi demokrasi adalah keputusan akhir di tangan rakyat. Dalam Pilbup, partai-partai hanya membantu mengusung paslon untuk dipilih. 

Ketika semua partai yang bisa mengusung paslon malah justru bersepakat pada satu paslon, mengindikasikan partai-partai tak bekerja maksimal dalam menghadirkan paslon yang akan dipilih rakyat. Baik dalam mengkader maupun dalam menyeleksi calon bupati dan calon wakil bupati

Sudah sepatutnya rakyat "menghukum" partai-partai dengan memilih kolom kosong (kotak kosong) agar bisa mengalahkan paslon tunggal. Sehingga partai-partai tak lagi arogan dengan haknya dalam mengusung paslon. 

Harus serius menyiapkan kadernya agar siap berkompetisi dengan cara sehat. Setidaknya ikut memperluas kesempatan bagi munculnya kandidat-kandidat alternatif, sehingga pilbup bisa menjadi ajang yang kompetitif untuk menghasilkan bupati dan wakil bupati yang berkualitas.

Jadi kalau masih ada yang mempertanyakan buat apa memilih kolom/kotak kosong dalam Pilbup Kebumen, 9 Desember 2020 nanti, jawabannya sederhana: agar demokrasi kembali ke jalan yang benar.(*)

Kang Juki

Salah satu admin group facebook KOTAK KOSONG Suara Rakyat Kebumen.

Powered by Blogger.
}); })(jQuery); //]]>