Warga Tionghoa Kebumen Gelar Sembahyang Gui Jie di Klenteng Kong Hwe Kiong Kebumen
Warga Keturunan Tionghoa saat melakukan sembahyang Gui Jie di Klenteng Kong Hwe Kiong Kebumen, Selasa (5/9/2017). |
Kepala Rumah Tangga Klenteng Kong Hwie Kiong Kebumen, Liem Tjen Lay, menjelaskan tradisi ini sebenarnya merupakan produk masyarakat agraris di zaman dahulu.
"Yang bermula dari penghormatan kepada leluhur serta Dewa-Dewi supaya panen yang biasanya jatuh di musim gugur dapat terberkati dan berlimpah," ujar Liem Tjen Lay, kepada inikebumen.net disela-sela acara.
Namun pengaruh religius, terutama dari Buddhisme menjadikan tradisi perayaan ini sarat dengan mitologi tentang hantu-hantu kelaparan yang perlu dijamu pada masa kehadiran mereka di dunia manusia.
Sie Ritual acara ini, Hendro Fong menambahkan, menurut kepercayaan, pada setiap bulan ketujuh penanggalan Imlek, pintu neraka akan dibuka lebar-lebar. Para arwah akan diberi kesempatan untuk turun ke dunia menjenguk anak cucunya.
"Bagi para arwah yang anak cucunya tidak menyediakan sesajian di rumah, mereka akan mencari makanan di kelenteng, vihara ataupun di rumah abu yang melaksanakan ritual ini," terang Hendro.
Menurutnya, bulan ketujuh Imlek juga biasanya disebut sebagai bulannya hantu untuk berkeliaran selama sebulan penuh (15 hari sebelum tanggal 15 bulan 7 sampai 15 hari sesudahnya). Ada berbagai jenis dan karakter hantu yang akan keluar untuk merayakan hari kebebasannya.
Biasanya bagi yang masih percaya terhadap hal ini, akan sangat jarang sekali mengadakan pesta pernikahan atau pesta lainnya di bulan ketujuh penanggalan Imlek.
"Karena menurut kepercayaan tersebut diyakini bisa membawa sial karena pesta tersebut konon akan dihadiri juga oleh hantu-hantu yang bergentayangan itu," imbuhnya.
Pada kesempatan itu, juga dibagikan seribu paket sembako kepada warga kurang beruntung.(*)