Mendidik Orang Tua (Bagian III) - ini kebumen | Media Rujukan Kebumen

Mendidik Orang Tua (Bagian III)

Bukan hanya pekerjaan profesi yang mengandalkan kemampuan fisik, seperti petani, pekerja bangunan, buruh angkut dan lain-lain. Pekerjaan rumah tangga seperti memasak sekalipun pada saatnya harus ditinggalkan orang yang sudah tua.
Mendidik Orang Tua (Bagian III)
Kang Juki
www.inikebumen.net SEMUA makhluk hidup hanya memiliki dua kemungkinan, dalam proses tumbuh atau membusuk sebelum akhirnya mati. Jika sudah tidak ada proses pertumbuhan lagi, maka satu demi satu bagian tubuhnya mulai membusuk, berkurang kemampuan untuk berfungsi sebagaimana sebelumnya.

Ketika proses ini sudah mulai terjadi pada diri manusia, mau tidak mau, suka tidak suka harus mulai mengubah pola aktivitas kesehariannya, dari mulai bangun tidur sampai mau tidur lagi. Namun tidak semua orang bisa menerima realitas tersebut.

Sudah lama kita mengenal istilah post power syndrom, orang yang tidak lagi memiliki kekuasaan, tapi berperilaku seolah masih memiliki kekuasaan. Sekecil dan sesempit apapun wilayah kekuasaannya. Demikian juga dengan istilah menggurui, memposisikan diri sebagai guru dan orang lain muridnya.

Baca juga: Mendidik Orang Tua (Bagian I)

Hal itu mengindikasikan dari dulu sudah ada perilaku orang tua yang sebenarnya tidak memberi rasa nyaman orang-orang di sekelilingnya. Walaupun orang tua yang melakukannya, mungkin tidak menyadari dan tidak ada pula yang memberitahu atau mengingatkannya.

Resiko lebih besar terjadi terhadap orang tua yang belum bisa menyadari penurunan kekuatan fisiknya. Hanya karena terlanjur menikmati suatu kebiasaan bekerja yang sudah dilakukannya, enggan meninggalkannya meskipun kemampuan fisiknya sudah menurun.

Bukan hanya pekerjaan profesi yang mengandalkan kemampuan fisik, seperti petani, pekerja bangunan, buruh angkut dan lain-lain. Pekerjaan rumah tangga seperti memasak sekalipun pada saatnya harus ditinggalkan orang yang sudah tua.

Kemampuan fisik yang terus menurun termasuk juga kemampuan menjaga keseimbangan tubuh dalam membuat gerakan yang cepat. Jangankan memindahkan peralatan, berjalan tergesa-gesa pun bisa membahayakan. Coba perhatikan proses meninggalnya orang-orang tua di lingkungan terdekat kita.

Mungkin ada yang awalnya jatuh, karena tengah bekerja di luar rumah, atau naik motor sambil membawa banyak muatan seperti semasa masih muda. Bisa juga di rumah, mendengar ada tamu atau dering telepon lalu jalan terburu-buru dan tak sengaja menyenggol sesuatu, kehilangan keseimbangan dan jatuh.

Atau peristiwa-peristiwa kecelakaan tunggal lain yang penyebabnya memang lebih dominan karena penurunan kemampuan fisik. Akibat jatuh, kemudian sakitnya merembet ke mana-mana sampai akhirnya meninggal.

Beda dengan orang tua yang tahu diri dengan penurunan kemampuan fisiknya. Tak harus merasakan jatuh sebelum meninggal. Karena tak mau memaksakan diri melakukan sesuatu yang sudah membahayakan kondisi fisiknya.

Baca juga: Mendidik Orang Tua (Bagian II)

Untuk menjadi orang tua yang bisa bersikap seperti itu perlu mendapatkan pendidikan dari orang-orang di sekitarnya. Pendidikan yang tak hanya berisi perintah dan larangan, sebagaimana masih banyak orang mempersepsikan tentang pendidikan anak.

Merujuk taksonomi Bloom (Benjamin S. Bloom, 1956) pendidikan orang tua juga perlu menyentuh tiga ranah: afeksi (sikap), kognisi (pengetahuan) dan psikomotorik (ketrampilan).

Datangnya masa tua, tak ada bedanya dengan memasuki suasana baru yang perlu dihadapi dengan sikap baru, pengetahuan baru dan ketrampilan baru yang bermuara pada perilaku baru pula. Termasuk ketrampilan baru adalah memanfaatkan waktu sehari-hari yang lebih longgar dengan kegiatan yang berbeda dibanding semasa masih muda.

Bagi umat Islam, pentingnya mendidik orang tua yang lebih substansial adalah sebagai bagian dari respon terhadap peringatan Allah SWT dalam surat Al Munafiqun ayat 10:

Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: "Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?"

Apa yang sudah diperoleh selama hidup tak mungkin dibawa mati. Maka sebelum ajal datang secara bertahap lebih baik melimpahkan kepada orang lain, agar tidak menimbulkan penyesalan dan kekacauan. Karena itu proses dalam mendidik orang tua perlu melibatkan tahapan tersebut bersama-sama orang di sekitarnya.(Bersambung)

Kang Juki
Penulis adalah jamaah Masjid Agung Kauman, Kebumen.
Powered by Blogger.
}); })(jQuery); //]]>