Mendidik Orang Tua (Bagian IV - Habis) - ini kebumen | Media Rujukan Kebumen

Mendidik Orang Tua (Bagian IV - Habis)

Orang tua yang masih begitu bersemangat dalam beraktivitas keduniaan bukan tidak mungkin karena terjangkiti _wahn_. Karena itulah orang tua perlu dididik agar secara bertahap mampu dan mau mengurangi aktivitas keduniaannya.
Mendidik Orang Tua (Bagian IV - Habis)
Kang Juki
www.inikebumen.net DALAM  sebuah hadis yang berasal dari Tsauban menceriterakan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, "Hampir-hampir bangsa-bangsa memperebutkan kalian (umat Islam), layaknya memperebutkan makanan yang berada di mangkuk."

Seorang laki-laki berkata menanggapi, "Apakah kami waktu itu berjumlah sedikit?"

Rasulullah SAW menjawab, "Bahkan jumlah kalian pada waktu itu sangat banyak, namun kalian seperti buih di genangan air. Sungguh Allah akan mencabut rasa takut dari hati musuh-musuh kalian, dan akan menanamkan ke dalam hati kalian Al wahn."

Seseorang lalu bertanya, "Wahai Rasulullah, apa itu Al wahn?"

Baca juga: Mendidik Orang Tua (Bagian I)

Rasulullah SAW menjawab, "Cinta dunia dan takut mati." (HR Abu Daud no. 3745 dishahihkan Muhammad Nashiruddin Al Albani).

Merujuk hadis tersebut, wahn atau kecintaan dunia yang berlebihan bukan hanya berakibat buruk terhadap diri sendiri, tapi juga nasib umat Islam secara keseluruhan. Penyakit mental ini bisa menimpa siapa saja, baik orang yang sudah berhasil maupun belum berhasil dalam kehidupan di dunia ini. Baik yang masih berusia muda maupun yang sudah berusia tua.

Orang tua yang masih begitu bersemangat dalam beraktivitas keduniaan bukan tidak mungkin karena terjangkiti wahn. Karena itulah orang tua perlu dididik agar secara bertahap mampu dan mau mengurangi aktivitas keduniaannya.

Jika selagi masih muda orang berjuang untuk meraih satu demi satu dari apa yang diinginkannya, maka saat sudah tua harus bisa melepaskan satu demi satu apa yang dikuasainya. Yang paling gampang terlihat adalah harta, maka yang disebutkan dalam Al Quran adalah menyedekahkan harta.

Pada masa sekarang harta bisa berwujud secara fisik, bisa juga tidak. Kekuasaan dan kewenangan bisa juga dikategorikan harta, karena mampu memberikan keuntungan bagi pemiliknya. Sehingga secara bertahap perlu dilepaskan pula.

Sikap ini yang terutama perlu dibentuk dalam diri orang tua. Selain untuk menghindari terjangkitnya wahn dalam dirinya, juga menjaga kesinambungan regenerasi di lingkungannya. Dalam keluarga saja, jika keputusan terus menerus dilakukan seorang bapak, pasti akan membuat anak-anaknya yang sudah dewasa dan berkeluarga tak mampu mandiri dalam mengambil keputusan.

Baca juga: Mendidik Orang Tua (Bagian II)

Bagaimana bila tiba-tiba sang bapak meninggal, anak-anaknya belum dilatih untuk mengambil keputusan sendiri. Itulah sebabnya ada ungkapan seperti anak ayam kehilangan induk.

Kemauan untuk melepaskan satu demi satu kekuasaan dan kewenangan yang dipegangnya, akan menghindarkan orang tua dari merasa tersisih atau disisihkan saat tidak dilibatkan dalam kegiatan yang bisa ditangani.

Hal itu bisa dipahami sebagai kesempatan yang lebih luas untuk melakukan kegiatan pribadi, misalnya mengunjungi kerabat dan teman-teman lama, jika masih suka berpergian, atau meningkatkan ritual ibadah di rumah.

Di situ akan muncul kebutuhan pengetahuan baru yang sebelumnya mungkin kurang diperhatikan atau malah terabaikan. Misalnya informasi tentang kerabat dan teman-teman lamanya, tinggal di mana saja dan bagaimana keadaannya. Jika tentang ibadah, selain yang wajib apa saja yang disunnahkan dan bagaimana menjalankannya.

Untuk melakukan itu kemudian juga perlu ketrampilan baru. Ketrampilan berbicara dengan orang yang lama tidak ditemuinya, termasuk mungkin ada persoalan yang belum diselesaikan saat pertemuan terakhir. Tidak semua orang memilikinya. Demikian juga jika hendak meningkatkan ibadah yang disunnahkan, perlu memiliki ketrampilan untuk itu.

Sehingga jelas sekali perlu adanya sikap, pengetahuan dan ketrampilan baru yang dimiliki orang tua yang tidak harus orang tua pula yang memberikan. Bisa saja ada anak muda yang sudah memilikinya.

Sehingga yang terpenting dari pendidikan orang tua adalah orang tua itu sendiri merasa kebutuhan adanya pendidikan untuk dirinya dan orang-orang di lingkungannya mau memberikan.

Yang paling sederhana dalam mendidik orang tua adalah mulai mengganti perannya di rumah, sehingga orang tua lebih punya banyak waktu untuk melakukan pekerjaan pribadinya. Jangan mengira ini persoalan gampang. Teramat banyak orang tua yang belum mau sebagian perannya digantikan anak-anaknya.

Baca juga: Mendidik Orang Tua (Bagian III)

Jangan selalu mengira hal itu merupakan wujud perhatian dan kasih sayang orang tua kepada anak-anaknya, bisa jadi itu bagian dari wahn, kecintaannya yang berlebihan terhadap urusan dunia.

Banyak terjadi, ketika orang tua melarang anak-anaknya melakukan sesuatu, dia merasa itu bagian dari kasih sayang kepada anak-anaknya. Tapi giliran anak-anaknya sudah dewasa, lalu melarang orang tua mengerjakan sesuatu, orang tua tak selalu bisa merasa bahwa itu merupakan bagian dari kasih sayang anak kepadanya.

Semua anak bertumbuh menjadi orang tua yang kemudian memiliki anak juga. Rasa kasih sayangnya ikut berkembang seiring pertumbuhannya. Sehingga manakala melarang sesuatu, mungkin ada maksud baik di dalamnya.

Karena itu orang tua yang terdidik dengan baik, ketika suatu saat anaknya melarang mengerjakan sesuatu, akan segera tersadar, dirinya sudah mulai tua dan anaknya semakin dewasa, bertanggungjawab dan penuh kasih sayang. Responnya kemudian gembira, bukan sebaliknya malah mengomel.

Perhatikan di lingkungan sekitar kita, lebih banyak orang tua yang gembira atau mengomel saat perannya digantikan yang lebih muda? Selanjutnya silahkan disimpulkan sendiri. Wallahu a'lam bish shawab. (Selesai)

Kang Juki
Penulis adalah jamaah Masjid Agung Kauman, Kebumen.
Powered by Blogger.
}); })(jQuery); //]]>